Headlines News :
HAL 2, TRIBUNE COROUPTION NEWS

Berita Terkini

Budi Gunawan Dijaga Ketat dan Dijauhkan dari Wartawan

Written By Tribunekompas.com on Senin, 20 April 2015 | 1:51:00 PM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
 
-Selama ini Komjen Budi Gunawan tidak pernah diketahui keberadaannya. kemunculannya sering ditunggu-tunggu awak media. Lama tak terlihat, Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan akhirnya muncul dalam acara commander wish oleh Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti di auditorium Kompleks Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/4).

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Anton Charliyan sudah mengatakan bahwa Budi hadir sebelum acara berlangsung. Namun, acara pengarahan kepada petinggi Polri dan kepala Polda se-Indonesia itu digelar tertutup. Wartawan harus menunggu hingga acara selesai untuk membuktikan keberadaan Budi di acara tersebut.

Acara itu selesai sekitar pukul 11.00 WIB. Budi tidak keluar melalui pintu depan bersama Kapolri. Dia bersama Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Irjen Syafruddin dan petinggi Polri lainnya keluar melalui pintu samping auditorium, dekat dengan mobil Kijang Innova hitam miliknya.

Pengamanan ketat
Pantauan Tribunekompas beberapa menit sebelum Budi keluar di dekat pintu samping, beberapa pengawal pribadi Budi yang mengenakan pakaian sipil melakukan penyisiran area di mana Budi akan keluar. Salah satu anak buah Budi, yang mengenakan kemeja hijau sembari memegang handie talkie, meminta wartawan tidak mendekat Budi.

"Sudah, dari sini saja, ya. Jangan ada yang maju, apalagi wawancara, Bapak enggak suka," ujar dia sembari menunjuk batas gerak wartawan.

Wartawan hanya diperbolehkan berada sekitar 5 meter dari jalur Budi lewat. Semula, pengawal Budi melarang wartawan untuk memotret Budi dari kejauhan. Namun, dia kemudian mengatakan bahwa dia tidak berwenang melarang wartawan.

"Ya, sebenarnya Bapak enggak suka, tapi saya mau melarang sampeyan bagaimana? Enggak bisa juga, kan," ujar dia.

Tak beberapa lama, Budi muncul dari pintu samping dengan mengenakan seragam Polri. Dia sempat berhenti sejenak di ujung anak tangga dan membetulkan celananya. Anak buah Budi memantau terus gerak-gerik wartawan agar jangan ada yang menerobos.

Budi tampak berjalan bersama Kadiv Propam Polri Irjen Syafruddin dan beberapa petinggi Polri lainnya. Di dekat Budi, tampak seorang anggota Provost berseragam mengawal Budi berjalan sampai ke mobilnya.
Wartawan berhasil mendekati Budi ketika ia hendak masuk ke dalam mobil. Namun, Budi tidak menanggapi pertanyaan wartawan. Ia melangkah dengan santai masuk ke dalam mobilnya tanpa berkata apa pun.

Calon Pimpinan KPK Diminta "Scan" Otak

Written By Tribunekompas.com on Sabtu, 04 April 2015 | 2:21:00 AM


JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS
By: Tomy.

-Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua mengatakan, seleksi calon pimpinan KPK periode selanjutnya harus diperketat.

Bahkan, kata dia, harus dilakukan pemeriksaan otak calon kandidat untuk melihat apakah calon tersebut berpotensi melakuka penyimpangan atau tidak.

"Dalam hal kesehatan calon pimpinan, calon hendaknya di-scan otaknya. Sehingga dapat diketahui, seseorang punya potensi melakukan penyimpangan atau tidak," ujar Abdullah melalui pesan singkat, Jumat (3/4).

Abdullah mengatakan, dalam seleksi calon pimpinan KPK sebelumnya, para calon tidak diminta jaminan untuk tidak menerima jabatan apa pun selama memimpin KPK. Selain itu, panitia seleksi tidak menggali pemahaman calon kandidat mengenai pasal-pasal yang ada di Undang-Undang KPK mau pun UU Tindak Pidana Korupsi.

"Tes pengetahuan calon pimpinan harus meliputi pengetahuan pasal-pasal tentang korupsi dan Kode Etik KPK," kata Abdullah.

Menurut Abdullah, ada syarat tambahan yang harus dipenuhi calon kandidat, yaitu tidak boleh menerima jabatan publik apa pun selama menjabat sebagai pimpinan KPK. Jika tidak, kata dia, pimpinan tersebut harus membayar ganti rugi kepada negara. "

Jika ada pimpinan yang meninggalkan jabatan di KPK, dia harus mengganti rugi ke negara misalnya Rp 1 miliar," ujar dia.

Dengan demikian, kata Abdullah, tidak ada pimpinan KPK yang tergoda atas tawaran jabatan apa pun yang dapat mengganggu citra dan kinerja KPK. Abdullah mengatakan, pengetatan seleksi juga dapat dilakukan dengan melihat rekam jejak calon kandidat mulai dari sekolah menengah hingga pendidikan tinggi dan pekerjaan terakhir.

"Termasuk di sini, latar belakang pekerjaan orang tua calon pimpinan," kata dia. 

Prabowo Sebut Putusan Menkumham soal Golkar Sebuah Bencana

Written By Tribunekompas.com on Minggu, 15 Maret 2015 | 10:54:00 AM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
-Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menganggap keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang memberi "lampu hijau" untuk kubu Agung Laksono menyusun kepengurusannya adalah sebuah "bencana" demokrasi. Pernyataan Prabowo ini pun langsung direspons oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Ancol, Yorrys Raweyai.

Yorrys menganggap Prabowo berhak untuk melontarkan pendapatnya. Menurut dia, konflik Golkar ini memang mendapat perhatian dari para mantan elite partai pohon beringin itu. Dia menyebutkan Prabowo Subianto, Wiranto, dan Surya Paloh yang memutuskan keluar dari Golkar dan membentuk partai baru.
"Tidak apa, itu hak beliau," ucap Yorrys dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (14/3/2015).

Namun, dia mengingatkan agar polemik Golkar kali ini tak lagi menghasilkan partai baru. Yorrys menyebut kelahiran partai baru ini sebagai "anak haram" yang tak dikehendaki kelahirannya.
"Jangan lagi ada perselingkuhan Golkar ini jadi 'anak haram' baru. Saya selalu katakan ini. Makanya, yang sekarang harus bersatu," kata Yorrys.

Dia berpendapat tindakan yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sudah tepat. Dia menganggap Yasonna bukannya berpihak ke salah satu kubu.

"Di dalam suratnya jelas disebutkan bahwa menyusun kepengurusan dengan mengakomodasi pihak yang kalah dan diwajibkan melakukan munaslub pada 2016. Ini kan adil," papar Yorrys.

Sebelumnya, Prabowo tak mau mengakui Golkar kubu Agung Laksono. Menurut dia, Golkar yang sah adalah kubu Aburizal Bakrie yang menyelenggarakan munas di Bali. Dia menyayangkan sikap Yasonna yang justru mengesahkan Golkar kubu Agung Laksono yang disebutnya "abal-abal".

"Ini bencana bagi demokrasi Indonesia. Musibah besar kalau ada kongres akal-akalan, ada munas akal-akalan, dianggap sah itu sangat berbahaya. Berarti demokrasi di Indonesia tidak akan dipercaya rakyat. Sistem politik tidak dipercaya," ujar Prabowo.

Politik Golkar Yang Tak Lagi Kokoh

Written By Tribunekompas.com on Sabtu, 14 Maret 2015 | 11:23:00 AM



JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
-Permainan politik tingkat elit yang mendera partai politik di Indonesia saat ini mendekati ttik nadir. Keputusan untuk kepentingan bersama demi kamajuan bangsa  dan kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Lantas siapakah yang dapat dipercaya?.
Perpecahan di tubuh partai Golongan Karya (Golkar) banyak menghiasi berbagai media nasional dan luar negeri. Elit partai Golkar seolah tidak terpengaruh dengan pemberitaan buruk media. Dari sindiran ringan sampai hunjaman berat, mereka tetap mengedepankan missi masing-masing diri dan golongan.

Kabar terakhir keputusan pemerintah mengesahkan kepemimpinan Agung Laksono, semakin meruncingkan situasi politik Golkar dan keamanan nasional RI. Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Ancol, Agung Laksono, bergerak cepat menggalang dukungan. Sehari setelah kepengurusannya disahkan pemerintah, Rabu (11/3) Agung menyambangi Ketua Umum Partai NasDem yang juga bekas Ketua Dewan Pertimbangan Golkar, Surya Paloh. Agung mengakui kunjungannya itu untuk mendapatkan dukungan partai lain.

“Selain ingin silaturahmi, saya menyatakan siap bergabung dengan partai-partai pendukung pemerintah,” kata Agung sebelum bertemu dengan Surya. Agung juga mengatakan telah mengunjungi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dia berencana bersua dengan petinggi partai pendukung pemerintah lainnya maupun dengan partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.

Seusai pertemuan di kantor NasDem, Surya Paloh menyatakan siap mendukung Agung. “Baik di parlemen, tukar-menukar informasi, dan saling mendukung,” kata Surya. Dukungan terhadap perubahan sikap Golkar juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Achmad Basarah. “Kami menyambut dengan tangan terbuka."

Kubu Aburizal tak tinggal diam. Bendahara umum yang juga Sekretaris Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan partainya bakal menggulirkan hak interpelasi atau hak angket terhadap keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly yang memenangkan kubu Agung. “Tak ada pilihan selain melawan keputusan Menteri Hukum,” ujar Bambang.

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini menyatakan bakal mendukung penggunaan hak interpelasi—hak untuk meminta penjelasan pemerintah—atau hak angket, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah, yang diajukan Golkar. Keduanya menilai pemerintah telah mengintervensi konflik Golkar.

Koalisi Merah Putih masih memiliki suara mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu 261 dari 560 kursi parlemen. Sedangkan partai koalisi pemerintah mengantongi 246 suara. Meski sebenarnya sebagian politikus Golkar sejak awal memilih berseberangan dengan Koalisi Merah Putih. Partai Demokrat, sebagai penentu disetujui-tidaknya hak tersebut, juga memilih tak ikut campur. “Biarkan masalah internal jadi urusan partai masing-masing,” kata Ketua Harian Demokrat Sjarifuddin Hasan.

Pimpinan fraksi partai Koalisi Merah Putih membuat peringatan bersama terkait dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Keputusan Yosanna mengesahkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Partai Golkar dianggap melawan hukum dengan mengintervensi partai yang tengah berkonflik.

Mereka menganggap keputusan Menteri Yasonna akan membawa dampak buruk bagi pemerintah. "Tindakan begal politik Laoly terhadap Golkar dan PPP hanya pintu masuk agenda politik lain yang bisa mengancam kepentingan nasional," kata Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (13/3).

"Apa yang dilakukan menteri terhadap Golkar dan PPP jelas melawan hukum dan syarat kepentingan politik. Kami yakin keputusan itu tak melalui persetujuan Presiden," ujar Bambang sembari menambahkan bahwa Yasonna melanggar Anggaran Dasar Partai Persatuan Pembangunan dan Undang-Undang tentang Partai Politik. 

Begitu pula dengan PPP, kini terbelah menjadi dua kubu. Yaitu kubu Romahurmuzziy yang pro pemerintahan Jokowi dan kubu Djan Faridz, yang didukung koalisi pendukung prabowo Sudianto. Kubu Aburizal menilai Menteri Yasonna memanipulasi keputusan Mahkamah Partai Golkar dengan memenangkan kubu Agung Laksono.

"Kami duga ada kelompok yang ambil keuntungan politik dan menjauhkan masing-masing kubu," kata Bambang. Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin, bagian dari kubu Aburizal Bakrie, mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Menteri Yasonna. "Kami yakin Presiden Joko Widodo akan mendukung kami," kata Ade.

Sekretaris Jenderal PPP, Dimyati Natakusumah, berpendapat Presiden Joko Widodo harus turun langsung menyelesaikan konflik PPP. "Kami sudah tak percaya lagi dengan Menteri Hukum Yasonna. "Hanya Jokowi yang bisa menyelesaikan konflik PPP. Kalau tak ada putusan kami pakai hak angket," kata Dimyati.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini mengatakan, Menteri Yasonna tak adil dalam menyelesaikan konflik partai. "Secara kasat mata Menkumham melakukan standar ganda," katanya. "Menkumham terlalu cepat putuskan putusan Mahkamah Partai Golkar kubu Agung, tapi tak sahkan keputusan Mahkamah PPP yang akui kubu Djan Faridz."

Anggota Fraksi Partai Golkar, Popong Otje Djundjunan alias Ceu Popong, mengaku prihatin dengan campur tangan orang luar terhadap kisruh internal Golkar. Meski demikian, konflik ini juga membuat dia bangga lantaran menjadi bukti bila Golkar masih diperhitungkan. "Golkar ibarat wanita cantik dan kaya, yang juga punya kekuatan diperhitungkan. Makanya diawut-awut. Saya prihatin. Kalau kata orang Inggris, keleus," kata Popong, Jumat,(13/3). Keleus adalah bahasa Sunda yang berarti prihatin.

Ceu Popong mengaku tidak keberatan dengan legalitas kepengurusan Golkar versi Ketua Umum Agung Laksono. Anggota DPR tertua itu mengatakan ia tidak memiliki loyalitas pada poros manapun. "
No problem. Loyalitas saya ada pada Golkar. Bukan sama Agung, Agus, Prio, Ical, Idrus, atau siapapun. Saya teh sayang sama semuanya. Semuanya itu kan anak-anak saya," ujarnya.

Popong mengklaim tidak mempersoalkan siapa di antara dua kubu yang dianggap paling memiliki legalitas. Meski demikian, kata dia, perseteruan ini hendaknya tidak mengubah orientasi Golkar sebagai partai yang paling konsisten menjaga Pancasila. "Kalau negara ini memiliki benteng. Maka benteng yang paling kuat itu, di luar TNI, jelas Golkar. Kenapa? Karena Golkar paling peduli dengan keberlangsungan ideologi Pancasila ," katanya.

Pengakuan legalitas Partai Golkar diberikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada kepengurusan versi Musyawarah Nasional Ancol yang melahirkan kepemimpinan Agung Laksono. Keputusan itu diambil menyusul sikap dua dari empat anggota Mahkamah Partai yang mengakui kepengurusan Munas Ancol. Ketua Umum Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie, menggugat keputusan itu ke pengadilan lantaran keputusan mahkamah tidak dibuat secara bulat.

Menurut Popong, konflik di antara kedua kubu itu merupakan permainan orang-orang yang mengenal betul cara menyiasati celah hukum. Konflik tersebut turut dipicu oleh orang luar dengan cara memanfaatkan tokoh-tokoh sentral di tubuh Golkar. Namun ia enggan menyebutkan siapa orang yang dimaksud. "Tidak etis atuh. Yang jelas, hanya orang yang faham hukum yang bakal bermain-main dengan masalah hukum. Tidak mungkin orang awam, kan?" ujarnya.
 

Beberapa pimpinan daerah Golkar saat dihubungi Kontras nampak santai menghadapi polemik Golkar. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan beberapa pimpinan Golkar daerah di luar Jawa memilih aman dengan membelot mendukung Agung Laksaono.

Sistem Peradilan Indonesia Meragukan

Written By Tribunekompas.com on Kamis, 12 Maret 2015 | 10:06:00 PM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
-Rohaniwan Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa sistem hukum di Indonesia masih lemah dengan banyaknya putusan pengadilan yang masih diragukan. Atas alasan tersebut, menurut Franz, pelaksanaan hukuman mati dinilai tidak tepat jika masih digunakan di Indonesia.

Franz mengambil contoh pada putusan praperadilan bagi Komjen Budi Gunawan yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Meski putusan pengadilan dianggap telah sah, tetapi pada kenyataannya banyak yang merasa tidak puas dan menganggap putusan tersebut salah.

"Seperti putusan hakim Sarpin yang banyak diragukan, bagaimana pula dengan putusan bahwa seseorang boleh dibunuh? Saya tidak percaya pada sistem yudisial kita. Mungkin boleh buat hukuman penjara, tetapi tidak untuk hukuman mati," ujar Franz dalam sebuah diskusi mengenai pro dan kontra hukuman mati di kantor LBH Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Franz mengatakan, sistem hukum di Indonesia belum bisa menjamin bahwa seseorang yang beperkara akan mendapatkan keadilan. Menurut Franz, melihat fakta tersebut, masyarakat memiliki kewajiban moral untuk menolak diberlakukannya hukuman mati.

Franz mendesak agar pemerintah segera melakukan kebijakan untuk membatalkan eksekusi mati bagi 10 terpidana mati kasus narkotika yang rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat. Franz mengatakan, pemerintah dapat mengeluarkan moratorium untuk menghentikan aturan hukuman mati.

"Apakah kita bisa pastikan tidak ada keterlibatan aparat? Apakah ada kepentingan bisnis pihak-pihak lain dalam kasus-kasus narkotika? Kami mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan moratorim soal hukuman mati," kata Franz.


Hubungan Presiden Jokowi dan Megawati Belum Normal

Written By Tribunekompas.com on Senin, 23 Februari 2015 | 7:57:00 AM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.By: Tommy.

-Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan hubungan antara Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri belum seperti sedia kala. "Masih ada hal-hal psikologis setelah kejadian itu," kata Hasto di Jakarta, (22/2).

Tapi, Hasto menegaskan bahwa ke depan pasti hubungan di antara keduanya akan kembali normal. "Keduanya adalah pemimpin, tidak mungkin mengutamakan kepentingan sendiri. Yang penting jangan sampai ada krisis kepemimpinan," katanya.

Hasto mengatakan, sejauh ini partainya belum akan mengajukan hak interpelasi. Tapi, “Sudah selayaknya pemerintah menjelaskan aspek legal konstitusional mengapa Presiden mengajukan calon kapolri baru. Sarananya belum tentu interpelasi. Bisa saja penjelasan langsung," katanya.

Hubungan antara Megawati dan Presiden Jokowi merenggang lagi setelah Presiden membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri. Jokowi kemudian mengusulkan calon Kapolri baru, yakni Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang kini menjabat Kapolri.

Relasi Megawati-Jokowi sempat sedikit cair ketika keduanya bertemu di di Loji Gandrung, Solo pada pertengahan Februari lalu. Saat itu, menurut Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, Megawati tetap meminta agar keputusan soal Budi Gunawan sesuai konsituasi. "Kami sepakat untuk menunggu putusan praperadilan," katanya Sabtu.

Megawati, kata Rio ketika itu, menegaskan kepada Jokowi agar konsisten dan tunduk kepada konstitusi yang berlaku. Dalam konteks kasus Budi Gunawan, ujarnya, Jokowi harus melantik Budi terlebih dulu. Bila batal melantik, Jokowi harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).

Sebelumnya, juga pernah diungkap oleh Ketua Tim 9, Buya Syafii Maarif pada awal Februari lalu. Syafii yang pernah ditelepon Jokowi mengira telah ada komunikasi yang membaik antara Jokowi dan Megawati. "Saya kira cair setelah adik dan kakak itu ketemu, Mega kalau panggil Presiden kan adik Jokowi," katanya.

Makanya, saat itu Syafii mengaku sempat bertanya ke Jokowi, "Pak Presiden, gimana sudah mencair?" Syafii melanjutkan, ternyata Jokowi menjawab, "Cair apanya, ini malah kacau. Tapi saya tidak akan melantik BG (Budi Gunawan).”

Ahli Hukum Sebut Praperadilan Budi Gunawan Ngaco

Written By Tribunekompas.com on Senin, 09 Februari 2015 | 1:27:00 AM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.

-Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bonaparta, menilai objek praperadilan yang diajukan Budi Gunawan tak tepat. Budi Gunawan menggugat penetapan tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Padahal penetapan tersangka tak termasuk objek gugatan praperadilan," kata Ganjar dalam sebuah diskusi hukum di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Ahad, (08/02).

Menurut dia, dasar praperadilan, yakni Pasal 1 angka 10, Pasal 77, Pasal 80, dan Pasal 95 KUHAP, mengatur bahwa objek praperadilan hanya enam hal. Keenam objek itu adalah: sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penyidikan, sah atau tidaknya penuntutan, mekanisme meminta ganti rugi, dan mekanisme rehabilitasi nama baik.

Meski tak sesuai objek gugatan, Ganjar melanjutkan, ada sejumlah sidang praperadilan yang memenangkan pihak yang menggugat status tersangka. Sebagai contoh, gugatan praperadilan tersangka kasus korupsi proyek bioremediasi Chevron Indonesia. Dalam sidang gugatan tersebut, hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka seluruh tersangka Chevron oleh Kejaksaan Agung tak sah.

"Tapi setelah putusan tersebut, hakimnya dihukum atas keputusannya itu," kata Ganjar. Selain itu, perkara Chevron sendiri tetap berjalan hingga ke Pengadilan Tidak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.

Karena kesalahan tersebut, Ganjar meminta tim pengacara Budi Gunawan tidak menjadikan praperadilan kasus Chevron sebagai yurisprudensi atau putusan pengadilan yang bisa dijadikan dasar. Musababnya putusan praperadikan Chevron tak layak dijadikan yurisprudensi.

"Yurisprudensi minimal harus diperkuat putusan MA dan dieksaminasi beberapa kali, tapi ini kan tidak. Ngaco kalau dijadikan yurisprudensi," kata Ganjar. "Sudahlah kembali ke tata cara hukum yang benar saja."

Sebelumnya, Budi Gunawan menggugat penetapannya sebagai tersangka. Dalam gugatannya, Budi menyebutkan penetapannya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh KPK janggal. Melalui pengacaranya, Budi juga mempertanyakan keabsahan penetapan status tersangka karena diputuskan hanya oleh pimpinan KPK yang sekarang tinggal empat, dari seharusnya lima.

Sidang perdana praperadilan Budi Gunawan digelar pada 2 Februari lalu ditunda satu pekan. Komisi Pemberantasan Korupsi tak datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terlambat menerima salinan gugatan Budi Gunawan yang baru. Sesuai rencana, persidangan praperadilan Budi Gunawan akan dilanjutkan, Senin, 9 Februari 2015.

.

.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. TRIBUNEKOMPAS.COM - All Rights Reserved
Published by Tribunekompas.com