Headlines News :
Home » » 3 Hakim Terancam Dipecat Majelis Kehormatan Hakim

3 Hakim Terancam Dipecat Majelis Kehormatan Hakim

Written By Tribunekompas.com on Jumat, 11 November 2011 | 10:52:00 PM

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.

- Tiga hakim yang diduga melakukan pelanggaran berat kode etik dan pedoman perilaku hakim terancam dipecat melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam waktu dekat.

Salah satu yang akan kena pe­nalti adalah DD, yakni hakim yang bertugas di Pengadilan Ne­geri Kupang dan saat ini pindah tugas ke Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Mengapa DD akan dipecat? Hakim yang satu ini, bisa jadi, ti­dak tahan godaan uang. Saat me­nangani perkara korupsi di Pe­nga­dilan Negeri Kupang, DD di­du­ga menerima uang dan tiket pe­sa­wat dari terdakwa. DD di­re­ko­men­dasikan Komisi Yudisial (KY) untuk diberhentikan permanen.

“Dari KY ada rekomendasi agar Majelis Kehormatan Hakim memberhentikan satu hakim secara tetap, yaitu DD. Dia hakim dari Kupang yang terima tiket pe­sawat dan uang dari terdakwa. DD sekarang bertugas di Yog­ya­karta,” ujar Wakil Ketua Komisi Yu­disial Imam Anshori Saleh, kepada Tribunekompas kemarin.

Dijelaskan Imam, DD mena­ngani sebuah perkara korupsi di Pengadilan Negeri Kupang. Saat itulah DD diduga menerima uang serta tiket pesawat dari tersangka.

“Iya, DD itu adalah hakim yang menangani perkara korupsi. Kasus itu diadili di pengadilan negeri, bukan di Pengadilan Ti­pikor,” ujarnya.

Dalam perkara itu, terdakwa yang memberikan uang kepada DD didakwa melakukan tindak pi­dana korupsi uang pem­ba­ngu­nan. “Terdakwa diduga menilep uang proyek pembangunan. Itu saja yang saya tahu. Selebihnya saya tidak buka,” ujar Imam.

Kata Imam, dalam menangani perkara yang bukan kasus korupsi pun, DD tidak sungkan bertemu terdakwa di luar sidang. Se­hing­ga, diduga, sudah banyak per­bu­atan hakim DD yang termasuk pelanggaran disiplin berat.

Perbuatan DD itu, menurutnya, tidak hanya melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, te­tapi sudah terindikasi tindak pi­dana. Namun, urusan pidana se­lanjutnya menjadi proses ter­sendiri, bukan dalam ranah KY.

“Urusan pidananya itu terserah MA, apa cukup diadili dari segi etik atau dipidanakan. Ranah KY hanya pengawasan dan pem­be­ri­an sanksi yang menyangkut etika. KY tidak berwenang adukan pe­lang­garan pidananya,” ujar Imam.

Rekomendasi KY untuk peme­catan kepada hakim DD saja. Se­dangkan dua hakim lainnya yang juga terancam dipecat adalah re­komendasi MA.

Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar merinci, da­lam waktu dekat ini akan ada si­dang MKH untuk tiga hakim. Yak­ni, hakim di Pengadilan Ne­geri Yogyakarta DD, hakim di Pe­nga­dilan Negeri Jawa Barat DN dan hakim di Pengadilan Negeri Aceh JP. Rekomendasi untuk mereka adalah pemberhentian tetap.

Menurut Asep, majelis hakim yang akan menyidangkan tiga hakim tersebut sudah ditetapkan. Sekadar mengingatkan, MKH terdiri dari tiga hakim MA dan empat dari KY. “Waktu pasti si­dangnya masih dikoordinasikan KY dan MA, tetapi dalam waktu dekat ini,” ujarnya.

Kata dia, tiga hakim itu diduga melakukan pelanggaran berat atas kode etik dan pedoman peri­laku hakim. “Makanya reko­men­da­sinya pemberhentian tetap. Dari tiga hakim itu, satu orang adalah rekomendasi dari KY dan dua orang dari MA,” ujar Asep.

Ketua Makamah (MA) Agung Hari­fin Tumpa mengatakan, MA akan melakukan upaya yang tegas dan sesuai koridor dalam pengawasan ha­kim. Tiga hakim yang sudah ma­suk ke tangan MA itu pun se­dang dipersiapkan un­tuk segera masuk ke sidang Ma­jelis Ke­hormatan Hakim.

“Tahun ini ada dua atau tiga hakim yang akan dipecat. Satu­nya atas reko­men­dasi KY,” ujar Tum­pa seusai mengikuti pelan­tikan hakim agung di Gedung Mah­ka­mah Agung, kemarin.

Menurut Tumpa, MA akan me­nindak hakim-hakim yang ber­salah dan memberikan sanksi se­suai jenis kesalahan yang terbukti dilakukan. “Ada sanksi admi­nis­tratif, ada yang di-non­pa­lu­kan dan ada juga yang diberhentikan. Yang ditindak tahun ini tidak sampai 50 hakim. Dibanding ta­hun lalu ada sampai 115 hakim. Mudah-mudahan tidak kian ber­tambah hakim yang bermasalah,” harap Tumpa.

Mesti Terbuka Kepada Publik

Benjamin Mangkoedilaga, Bekas Hakim Agung


Pemecatan tiga hakim yang terbukti melakukan pelang­ga­ran berat disambut baik bekas hakim agung Benjamin Mang­koedilaga.

“Bagus itu. Memang harus te­gas terhadap hakim-hakim yang nakal. Tetapi, proses per­sidangan MKH-nya harus ter­buka,” ujarnya ketika dikontak Tribunekompas, kemarin.

Menurut Benjamin, peme­ca­tan hakim bermasalah me­ru­pak­an salah satu terapi yang sa­ngat penting untuk menjaga ke­luhuran dan kehormatan hakim dan peradilan. “Semua perilaku mereka dan pemberian sanksi pemberhentian itu harus di­umumkan kepada publik agar menimbulkan efek jera. Itu sangat penting,” ujarnya.

Menurut dia, jika memang ada unsur pidana yang terbukti di­lakukan hakim, maka tidak cu­kup hanya dilakukan peme­catan. Tetapi juga harus dipro­ses secara hukum pidana dan di­penjarakan.

“Tidak cukup hanya sanksi pe­mecatan kalau terbukti me­la­kukan tindak pidana. Hakim itu pun harus tetap diproses pida­na,” kata Benjamin.

Bahkan, setiap hakim yang terjerat kasus korupsi dan sudah diproses hukum, bila sudah me­miliki putusan hukum tetap maka segeralah dipecat. “Mi­sal­nya, hakim Syarifuddin yang saat ini sedang diproses hukum KPK, posisinya masih non-aktif, sampai ada keputusan hu­kum tetap. Nah, kalau terbukti, maka dia harus segera diber­hen­tikan dari hakim,” ujar Benjamin.

Dia mengingatkan, terkadang sanksi biasa tidak akan efektif bagi perilaku nakal hakim. Ka­rena itu, Benjamin mengajak se­mua pihak, termasuk media mas­sa agar melakukan proses pe­man­tauan dan pengawasan ter­hadap perilaku aparatur hukum. Tidak hanya pada hakim tetapi juga kepada penyidik dan jaksa.

“Polisi dan jaksa juga ada yang ‘miring’. Tidak cukup pe­ngawasan biasa, harus dapat menimbulkan efek jera. Semua pihak harus mengawasi, ter­ma­suk pers harus terus lakukan pe­nga­wasan. Itu perlu untuk menanamkan kepada hakim agar menjaga perilaku dan keluhurannya sebagai hakim,” nasihat Benjamin.

Proses Pidananya Juga Mesti Jalan

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR


Anggota Komisi III DPR Sya­ri­fud­din Suding menyata­kan, pem­berian sanksi tegas ke­pada setiap hakim yang terbukti me­lakukan pelanggaran, me­mang sangat diperlukan.

Selain itu, katanya, semua proses yang ter­jadi dalam se­tiap persidangan per­lu diawasi dan diperiksa se­cara detail, agar kesalahan tidak hanya di­timpakan pada satu atau dua pihak saja.

Suding mengingatkan, pe­ne­rapan sanksi tegas tidak hanya untuk hakim yang bersalah, te­tapi juga pada penyidik dan pe­nuntut yang terbukti mela­kukan pelanggaran.

“Karena itu, kita ha­rus me­lihat proses proyustisia secara menyeluruh. Jangan sepotong-sepotong. Perlu juga diperiksa, apakah para jaksa dan para penyidik kita sudah pro­fe­sional? Kami sering men­da­pat laporan dari daerah bahwa ba­nyak jaksa dan penyidik yang melakukan transaksi-transaksi kasus. Mereka-mereka itu pun perlu dipecat,” ujarnya.

Menurut dia, proses penyidi­kan dan penyusunan dakwaan juga kerap terjadi pe­nye­le­we­ngan. “Kalau polisi dan jaksa tidak profesional atau bahkan melakukan desain-desain ka­sus dan transaksi-transaksi, ma­ka mereka pun harus di­hukum,” katanya.

Untuk pengawasan perilaku ha­kim, katanya, Komisi Yu­di­sial (KY) mesti meningkatkan kinerjanya. “Dalam hal pe­nga­wa­san hakim, KY sudah me­mi­liki kewenangan yang bagus. Jika memang ada pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka hakim yang ber­sangkutan pantas diberikan sanksi,” ujarnya.

Bukan hanya dalam hal pe­langgaran kode etik, menurut Suding, bila memang ada bukti yang akurat bahwa seorang ha­kim ikut melakukan deal-deal atau transaksi dalam sebuah per­kara, maka proses pe­meca­tan dan proses pidana­nya harus diterapkan. “Jika sudah ada pelanggaran berat, maka sidang Majelis Ke­hormatan Hakim harus digelar,” katanya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

.

.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. TRIBUNEKOMPAS.COM - All Rights Reserved
Published by Tribunekompas.com