Headlines News :
Home » » Wow.., Komisi Temukan Indikasi Kartel Impor Kedelai

Wow.., Komisi Temukan Indikasi Kartel Impor Kedelai

Written By Tribunekompas.com on Jumat, 06 September 2013 | 11:34:00 AM

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Bayu.

- Setelah beberapa pekan mengawasi secara intensif, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha melihat titik terang dalam gejolak harga kedelai. Komisioner Komisi, Munrokhim, mengatakan lembaganya menemukan indikasi awal praktek kartel impor kedelai. Akibat tindakan tersebut, harga komoditas kacang-kacangan itu melambung.

Menurut Munrokhim, indikasi awal praktek kartel terlihat dari data stok yang tidak sama antara beberapa kementerian serta produsen dan importir kedelai. "Stok di Kementerian Perdagangan dan yang dilaporkan tidak sama. Pasti ada permainan," kata Munrokhim seusai rapat dengar pendapat tentang importasi kedelai, kemarin.

Atas indikasi awal ini, Komisi akan mendalami semua pihak yang diduga masuk lingkaran praktek kartel tersebut. Karena itu, dalam waktu dekat Komisi akan melakukan investigasi. Jika hasil pemeriksaan ini menunjukkan status yang makin gamblang, Komisi akan menaikkan kasusnya ke tahap penyelidikan. Setelah bukti terpenuhi, langkah selanjutnya akan diperkarakan.

Namun Munrokhim belum bisa merinci pihak-pihak yang diduga terlibat serta perannya masing-masing. Penyelidikan bisa berjalan cepat atau lambat tergantung dinamika di lapangan. "Misalnya, penyelidikan bawang putih kan cepat, tapi kalau daging lama dan sampai sekarang masih berlangsung," kata dia.

Dalam lonjakan harga kedelai ini, Komisi juga menyebut pemerintah gagal menenangkan pasar. Ini disebabkan oleh ketidakpaduan serta ketidakjelasan kebijakan mengenai data stok dan kebutuhan impor. Menurut Munrokhim, banyak kebijakan yang bertujuan menstabilkan harga justru membuat harga naik karena implementasinya tidak jelas. "Kebijakan yang mengambang ditafsirkan sebagai sesuatu yang tidak pasti. Dalam ketidakpastian ini, ada kemungkinan terjadi permainan," katanya.

Terhadap dugaan importir yang menahan stok, lagi-lagi Komisi melihat ini karena pemerintah tidak lihai dalam menyampaikan informasi pada pasar. "Harusnya diumumkan berapa stok yang ada saat ini dan yang on the way," katanya. "Jadi, pasar merasa ada kepastian sehingga orang tidak menahan pasokan."

Ketua II Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Sutaryo, mengatakan kenaikan harga kedelai disebabkan oleh proses impor yang cukup lama, 2-3 bulan. Ini terjadi ketika ingin mendapat status importir terdaftar dan Surat Persetujuan Impor. Dalam masa tunggu itu, importir khawatir tidak mendapat persetujuan. Sebagai langkah antisipasi, mereka lalu menahan stok yang berujung pada kenaikan harga kedelai.

Karena itu, untuk menekan harga agar tidak terus menanjak, Gakoptindo meminta pemerintah memberi peran kepada Perum Bulog dalam melakukan stabilisasi harga. Caranya, perusahaan pelat merah itu diberi kewenangan mengelola importasi kedelai. Menurut Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syaifuddin, swasta bisa impor kedelai, tapi harus bersinergi dengan Bulog.

Gakoptindo mempertanyakan langkah pemerintah yang sempat mencabut kewenangan tersebut. Padahal, swasembada kedelai serta stabilisasi harga tercapai saat Bulog mengelola importasi, yakni pada 1992. Saat itu, produksi kedelai Indonesia 1,8 juta ton per tahun. Pada 1994, produksi kedelai mulai turun hingga pemerintah mencabut kewenangan Bulog empat tahun kemudian dan membebaskan pada importir umum.

Karena itu, Gakoptindo menyambut baik peraturan presiden yang mengembalikan kewenangan Bulog. Pemerintah melalui Bulog akan mendatangkan kedelai impor 20 ribu ton pada bulan mendatang. Kedelai ini diharapkan dapat menstabilkan harga yang tengah tinggi. Total impor kedelai Bulog 100 ribu ton.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional, Ramdansyah Bakir, meminta pemerintah dan masyarakat tidak langsung mengkambinghitamkan pengusaha jika harga kedelai naik. "Jangan langsung dibilang ada kartel atau dibebankan ke pengusaha," katanya.

Ia berpendapat Komisi harus didorong untuk menegakkan hukum, bukan sekadar dengar pendapat. Menurut Ramdansyah, ada faktor lain yang harus dicermati, seperti ketidaksinkronan data di antara dua kementerian teknis, yaitu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Dia juga sepakat bila izin yang panjang dan ada di dua kementerian mengganggu impor.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

.

.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. TRIBUNEKOMPAS.COM - All Rights Reserved
Published by Tribunekompas.com