JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS) By: Anto.
- Kepolisian mengevaluasi laporan kasus pemalsuan tandatangan yang membuat Yulianis “sempat” berstatus tersangka. Tapi, polisi tidak mau buru-buru memeriksa bekas anak buah Nazaruddin itu.
Soalnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto mengakui, pengusutan skandal korupsi Wisma Atlet di KPK jauh lebih penting dibandingkan kasus pemalsuan tandatangan dan dokumen yang menyeret nama Yulianis itu.
Karenanya, pemeriksaan bekas Wakil Direktur Keuangan Grup Permai (GP) dalam kasus yang dilaporkan Gerhana Sianipar, Direktur Utama PT Utama Exartech Technology (UET) itu, menunggu tuntasnya proses di KPK. “Kasus korupsi yang ditangani KPK didahulukan,” katanya.
Pada kasus Wisma Atlet yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, Yulianis adalah saksi kunci. Lantaran keselamatannya terancam, Yulinis dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Menjawab pertanyaan tentang pengusutan dugaan pemalsuan tandatangan dan dokumen pembelian saham Garuda, Rikwanto menyatakan, polisi kini menjadwal ulang pemeriksaan Yulianis. Rencana pemeriksaan dilanjutkan setelah KPK selesai mengorek kesaksian Yulianis dalam kasus Wisma Atlet.
Meski belum bisa memprediksi, kapan pemeriksaan dilakukan, Polda telah mengevaluasi polemik status Yulianis. Menurut Rikwanto, kesalahan redaksional terjadi sejak petugas Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) menerima laporan Gerhana. Dalam surat laporan, status Yulianis yang semestinya terlapor, tertulis tersangka.
Status ini pun berlanjut tatkala penyidik menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Padahal, Yulianis sebagai terlapor sama sekali belum pernah dimintai keterangan. Tapi, menurutnya, hasil evaluasi kepolisian menyebutkan, tidak ada pihak yang dikategorikan bersalah.
Lalu, menjawab pertanyaan mengenai pengusutan kasus ini, dia menginformasikan, “Sudah 10 saksi dimintai keterangan. Yulianis belum pernah diperiksa.”
Saksi-saksi yang dimaksud antara lain berasal dari PT UET, GP, Garuda dan perusahaan pialang. Saat ditanya, apa hasil pemeriksaan saksi-saksi mengindikasikan keterlibatan terlapor, dia tak mau menjelaskan hal itu.
Menurutnya, apapun bentuk kesalahan terlapor harus diklarifikasi lebih dulu pada yang bersangkutan. Penyidik baru bisa menentukan Yulianis layak berstatus tersangka setelah rangkaian pemeriksaan tuntas.
Berkaitan dengan tindaklanjut perkara dari Ditreskrimum ke Ditreskrimsus, Rikwanto belum bisa menjelaskan bahwa kasus pembelian saham Garuda berhubungan dengan persoalan korupsi. Dia memastikan, dugaan kasus pemalsuan tandatangan oleh Yulianis pada pembelian saham Garuda masih ditelusuri penyidik Krimsus Polda.
Sebelumnya beredar informasi, tanda tangan palsu itu berada di dua berkas pembelian saham Garuda. Yakni, pada surat pemesanan saham Garuda dan surat kuasa pembukaan rekening saham di perusahaan pialang, PT Mandiri Sekuritas. Dokumen yang diduga dipalsukan, sambungnya, sudah dikantongi kepolisian.
Polda Tetapkan Tersangka, Mabes Polri Membantahnya
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menerangkan, polemik tentang status Yulianis diawali laporan anak buah M Nazaruddin, Gerhana Sianipar. Dalam laporan tanggal 10 Oktober 2011, Yulianis diduga memalsukan tanda tangan pelapor.
Sebelumnya, penetapan status tersangka dilakukan pada 10 November 2011. Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang telah memeriksa pelapor, saksi dan dokumen mengirim surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) nomor IV/3806/XI/2011/ditreskrimum.
SPDP yang disampaikan ke kejaksaan itu ditandatangani Kasat Hardabangtah Polda Metro Jaya AKBP Aswin Sipayung. Dalam surat itu tertulis, status Yulianis tersangka kasus pemalsuan tanda tangan pembelian saham Garuda oleh PT Utama Exartech Technology Utama. Tanda tangan itu tertera di surat pemesanan saham Garuda dan surat kuasa pembukaan rekening saham di perusahaan pialang PT Mandiri Sekuritas.
“Sampai saat ini kami masih mencari apa motivasi pemalsuan tandatangan tersebut,” katanya. Yang jelas, tandatangan itu membuat anak perusahaan Permai Grup ini menguasai saham Garuda sebesar Rp 300 miliar lebih.
Rikwanto mengaku, pengusutan kasus ini tak ditujukan untuk menjegal langkah KPK yang gencar mengusut perkara Nazaruddin. Menurutnya, sama sekali tidak ada motivasi kepolisian membela kepentingan Nazaruddin. “Kami bertindak sesuai prosedur hukum,” alasannya.
Tapi, Mabes Polri kemudian menepis penetapan status tersangka Yulianis. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution memastikan, Yulianis masih berstatus saksi. “Diperiksa saja dia belum pernah. Jadi, statusnya di kasus tandatangan palsu masih saksi,” tegasnya.
Selain berstatus saksi kasus Wisma Atlet, Yulianis juga diperiksa sebagai saksi kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Sriwijaya (Unsri) dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung memeriksa Mindo Rosalina Manulang alias Rosa dan Yulianis di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/5). “Tim penyidik Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Banten memeriksa Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis di Gedung KPK,” kata Asisten Intelijen Kejati Banten Dicky Rachmat Raharjo, Kamis (10/5).
Dicky mengatakan, Rosa dan Yulianis diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan laboratorium Untirta. Dananya bersumber dari APBNP Tahun Anggaran 2010, yaitu sebesar Rp 49 miliar.
Rosa diperiksa dalam kapasitasnya sebagai bekas Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara dan Yulianis diperiksa sebagai bekas Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara, anak perusahaan Permai Group milik Nazaruddin. Pemeriksaan dilakukan empat jaksa Yang dipimpin Pantono Ronowijoyo.
Pernah Dialami Susno Duadji
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan KPK agar tak terpengaruh polemik, apakah Yulianis berstatus saksi atau tersangka di Polda Metro Jaya.
KPK, menurutnya, mesti tetap fokus menyelesaikan kasus Wisma Atlet, sekaligus memberikan perlindungan maksimal kepada saksi kunci Yulianis. “Saat ini Yulianis memegang peran ganda. Sebagai saksi kunci di KPK, sekaligus berkapasitas sebagai terlapor di kepolisian dan saksi di Kejagung. Itu tak mudah,” katanya.
Karenanya, diperlukan ketegaran dan kesiapan mental yang sangat prima. Dia berpendapat, posisi sulit seperti ini tidak bisa dihindari. Sebagai saksi kunci, Yulianis mungkin juga menjadi tersangka kasus tersebut atau kasus lainnya.
Jadi, langkah kepolisian yang belakangan mengusut dugaan keterlibatan Yulianis dalam kasus pemalsuan tandatangan bukan hal mengherankan. Dia mencontohkan, kasus serupa juga pernah dialami Komjen Susno Duadji. “Sebagai saksi, dia juga menjadi tersangka,” katanya.
Yang paling pokok di sini, adalah bagaimana Polri, KPK dan Kejagung sama-sama berkomitmen menyelesaikan tugas masing-masing. Jika KPK tetap menempatkan posisi Yulianis sebagai saksi kunci kasus Wisma Atlet, hal itu bisa dilanjutkan. Tinggal nantinya, bagaimana KPK berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya. “Itu menyangkut teknis yang mudah diselesaikan. Saya rasa tidak perlu diributkan,” tuturnya.
Yang paling penting, jangan sampai polemik penetapan status saksi kunci ini, menghambat pengusutan kasus Nazaruddin. Soalnya, mandeknya persoalan ini justru memicu ketidakpercayaan masyarakat pada institusi penegak hukum.
KPK Tak Perlu Terpengaruh Gonjang-ganjing
Ketua Presidium LSM Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga mengingatkan KPK agar tidak terpengaruh gonjang-ganjing penetapan status tersangka Yulianis. Apalagi, status tersangka itu kini telah dianulir Mabes Polri.
Yang juga penting, pengawasan pada kepolisian yang menangani kasus pemalsuan tanda tangan perlu ditingkatkan. “Masyarakat harus sama-sama ambil bagian mengawasi kinerja kepolisian,” katanya. Hal ini penting, mengingat pengumuman penetapan status tersangka pada Yulianis yang terkesan diulur-ulur.
Dia mempertanyakan, kenapa status tersangka yang sudah ditetapkan jauh-jauh hari, baru belakangan ini diungkapkan. Bahkan, akhirnya dibantah kepolisian sendiri. Apakah kepolisian takut mengganggu penyidikan KPK, atau justru menunggu waktu yang dianggap aman?
Menurutnya, pertanyaan tersebut menjadi penting untuk dijawab kepolisian. Pasalnya, heboh penetapan status tersangka pada Yulianis, mau tak mau membawa pengaruh terhadap penyidikan KPK.
“Lepas dari persoalan hukum, secara psikologis, saksi kunci yang keamanannya sudah terancam itu akan merasa dipojokkan,” ucapnya.
Lebih parah lagi, kemungkinan ketakutan Yulianis memberi kesaksian pun menjadi semakin terbuka lebar. “Itu hal logis,” katanya. Untuk itu, dia berharap kepolisian segera mengambil tindakan konkret. Maksudnya, polisi segera mengorek keterangan Yulianis. Atau paling tidak, kepolisian segera membeberkan secara utuh.
“Jangan dicicil, sepotong-sepotong. Yang akhirnya, membuat bingung dan menimbulkan kecurigaan masyarakat,” tandasnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !