JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Parman.
- Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Barat, Supardiyo, mengatakan 50 persen wilayah Jakarta Barat tergenang air pada saat puncak banjir pekan lalu. Dibandingkan dengan banjir pada 2007, terjadi peningkatan sebesar 12,5 persen.
"Namun kondisi hari ini sudah menurun menjadi sekitar 25 persen," ucap Supardiyo, Selasa, 22 Januari 2013. Wilayah yang masih terndam air berada di Kecamatan Cengkareng dan Kalideres. Total wilayah Jakarta Barat sendiri sebesar 127,11 kilometer persegi. Menurut dia, banjir di wilayah Jakarta Utara masih lebih tinggi dibandingkan dengan di Jakarta Barat.
Meningkatnya wilayah yang terndam air tidak lepas dari perubahan kondisi lingkungan. Supardiyo mengatakan setidaknya ada dua faktor utama pemicu bertambahnya genangan air, yaitu pengendapan pada aliran sungai dan penurunan tanah.
Pengendapan pada sungai, katanya, dipicu oleh meningkatnya limbah domestik yang dibuang ke kali. "Limbah sisa mencuci suka langsung dibuang ke kali," ucap Supardiyo. Belum lagi ditambah dengan limbah industri. Walhasil ketika hujan tiba, volume air sungai tidak sanggup menampung dengan maksimal.
Lebih lanjut, terkait dengan penurunan tanah, Supardiyo menuturkan setiap tahun kawasan Jakarta mengalami penurunan sebesar 1 cm-1,5 cm." Akan semakin cepat bila ditambah dengan pembangunan gedung yang tidak sesuai aturan dan penggunaan air tanah yang berlebihan," kata dia.
Kabar meningkatnya persentase wilayah Jakarta Barat yang tergenang air dikuatkan oleh Supriatin, Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Sudin Damkar dan Penanggulangan Bencana. Pada banjir 2007 tercatat ada 37 kelurahan yang tergenang air. "Di 2013 ini naik jadi 39 kelurahan," katanya. Namun, Supriatin tidak tahu dua kelurahan tersebut.
Ia menyebutkan salah satu titik banjir baru di Jakarta Barat adalah ruas Jalan Daan Mogot dan Jalan Outer Ring Road Puri Kembangan. "Dulu cuma genangan biasa dan bisa dilalui kendaraan, tapi kemarin tidak bisa," kata dia.
Untuk mencegah bertambahnya wilayah genangan, Supardiyo mengungkapkan perlu adanya pembuatan daerah serapan air, di antaranya dengan membuat sumur serapan.
Berkaca pada Peraturan Gubernur No. 68 Tahun 2005 setiap bangunan seluas 5.000 meter persegi wajib memiliki sumur resapan. "Ini solusi jangka pendek yang relatif bisa dilakukan sekarang."
Sementara itu, dari pantauan Tribunekompas, wilayah Jakarta Barat yang masih tergenang air hingga saat ini adalah daerah Kapuk. Air setinggi 20 cm masih menggenangi rumah warga di Kelurahan Kapuk dan ruas Jalan Kapuk Raya, Cengkareng. Juhri, salah satu warga Kampung Apung di RW 01, mengatakan genangan air akan lama surut. Apalagi jika ditambah dengan pasang air laut.
By: Parman.
- Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Barat, Supardiyo, mengatakan 50 persen wilayah Jakarta Barat tergenang air pada saat puncak banjir pekan lalu. Dibandingkan dengan banjir pada 2007, terjadi peningkatan sebesar 12,5 persen.
"Namun kondisi hari ini sudah menurun menjadi sekitar 25 persen," ucap Supardiyo, Selasa, 22 Januari 2013. Wilayah yang masih terndam air berada di Kecamatan Cengkareng dan Kalideres. Total wilayah Jakarta Barat sendiri sebesar 127,11 kilometer persegi. Menurut dia, banjir di wilayah Jakarta Utara masih lebih tinggi dibandingkan dengan di Jakarta Barat.
Meningkatnya wilayah yang terndam air tidak lepas dari perubahan kondisi lingkungan. Supardiyo mengatakan setidaknya ada dua faktor utama pemicu bertambahnya genangan air, yaitu pengendapan pada aliran sungai dan penurunan tanah.
Pengendapan pada sungai, katanya, dipicu oleh meningkatnya limbah domestik yang dibuang ke kali. "Limbah sisa mencuci suka langsung dibuang ke kali," ucap Supardiyo. Belum lagi ditambah dengan limbah industri. Walhasil ketika hujan tiba, volume air sungai tidak sanggup menampung dengan maksimal.
Lebih lanjut, terkait dengan penurunan tanah, Supardiyo menuturkan setiap tahun kawasan Jakarta mengalami penurunan sebesar 1 cm-1,5 cm." Akan semakin cepat bila ditambah dengan pembangunan gedung yang tidak sesuai aturan dan penggunaan air tanah yang berlebihan," kata dia.
Kabar meningkatnya persentase wilayah Jakarta Barat yang tergenang air dikuatkan oleh Supriatin, Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Sudin Damkar dan Penanggulangan Bencana. Pada banjir 2007 tercatat ada 37 kelurahan yang tergenang air. "Di 2013 ini naik jadi 39 kelurahan," katanya. Namun, Supriatin tidak tahu dua kelurahan tersebut.
Ia menyebutkan salah satu titik banjir baru di Jakarta Barat adalah ruas Jalan Daan Mogot dan Jalan Outer Ring Road Puri Kembangan. "Dulu cuma genangan biasa dan bisa dilalui kendaraan, tapi kemarin tidak bisa," kata dia.
Untuk mencegah bertambahnya wilayah genangan, Supardiyo mengungkapkan perlu adanya pembuatan daerah serapan air, di antaranya dengan membuat sumur serapan.
Berkaca pada Peraturan Gubernur No. 68 Tahun 2005 setiap bangunan seluas 5.000 meter persegi wajib memiliki sumur resapan. "Ini solusi jangka pendek yang relatif bisa dilakukan sekarang."
Sementara itu, dari pantauan Tribunekompas, wilayah Jakarta Barat yang masih tergenang air hingga saat ini adalah daerah Kapuk. Air setinggi 20 cm masih menggenangi rumah warga di Kelurahan Kapuk dan ruas Jalan Kapuk Raya, Cengkareng. Juhri, salah satu warga Kampung Apung di RW 01, mengatakan genangan air akan lama surut. Apalagi jika ditambah dengan pasang air laut.
Jakarta sedang dalam darurat banjir. Pasca banjir, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan cepat atas fasilitas-fasilitas yang rusak. Hal tersebut memang tepat dalam konteks jangka pendek. Namun lebih tepat lagi jika Pemda DKI, juga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia memikirkan secara jangka panjang bagaimana mencegah banjir yang selalu terjadi. Untuk itu perlu dipikirkan solusi penanganan banjir dengan memperhatikan semangat Reforma Agraria sesuai UUPA 1960. Perlu diketahui UUPA 1960 tidak hanya mengamanatkan redistribusi tanah demi keadilan rakyat, tapi juga membicarakan tentang tata guna tanah. UUPA mencantumkan tantang tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup pada lahan agraria. Pasal 15 berbunyi: “memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”. Sedangkan Pasal 6 menyebutkan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pasal ini dapat ditafsirkan kehilangan kesuburan maupun hilangnya fungsi tanah dapat mengganggu aspek sosial masyarakat akibat aktifitas terhadap tanah tersebut. Jadi kalau kita sepakat bahwa banjir terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap penggunaan pemanfaatan tanah, maka, dalam segala pembangunan atau penentuan kebijakan ke depannya, mulai saat ini reforma agraria dan UUPA 1960 harus segera diimplementasikan dengan sungguh-sungguh.....maaf bukan menggurui...sekedar berwacana saja...
BalasHapus