JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
-Permainan politik tingkat elit yang mendera partai
politik di Indonesia saat ini mendekati ttik nadir. Keputusan untuk kepentingan
bersama demi kamajuan bangsa dan
kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Lantas siapakah yang dapat
dipercaya?.
Perpecahan di tubuh partai Golongan Karya (Golkar) banyak menghiasi
berbagai media nasional dan luar negeri. Elit partai Golkar seolah tidak
terpengaruh dengan pemberitaan buruk media. Dari sindiran ringan sampai
hunjaman berat, mereka tetap mengedepankan missi masing-masing diri dan
golongan.
Kabar
terakhir keputusan pemerintah mengesahkan kepemimpinan Agung Laksono, semakin
meruncingkan situasi politik Golkar dan keamanan nasional RI. Ketua Umum Partai
Golkar versi Musyawarah Nasional Ancol, Agung Laksono, bergerak cepat
menggalang dukungan. Sehari setelah kepengurusannya disahkan pemerintah, Rabu
(11/3) Agung
menyambangi Ketua Umum Partai NasDem yang juga bekas Ketua Dewan Pertimbangan
Golkar, Surya Paloh. Agung mengakui kunjungannya itu untuk mendapatkan dukungan
partai lain.
“Selain ingin silaturahmi, saya menyatakan siap bergabung dengan partai-partai
pendukung pemerintah,” kata Agung sebelum bertemu dengan Surya. Agung juga
mengatakan telah mengunjungi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Megawati Soekarnoputri. Dia berencana bersua dengan petinggi partai pendukung
pemerintah lainnya maupun dengan partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi
Merah Putih.
Seusai pertemuan di kantor NasDem, Surya Paloh menyatakan siap mendukung Agung.
“Baik di parlemen, tukar-menukar informasi, dan saling mendukung,” kata Surya.
Dukungan terhadap perubahan sikap Golkar juga disampaikan Wakil Sekretaris
Jenderal PDIP Achmad Basarah. “Kami menyambut dengan tangan terbuka."
Kubu Aburizal tak tinggal diam. Bendahara umum yang juga Sekretaris Fraksi
Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan partainya bakal menggulirkan hak
interpelasi atau hak angket terhadap keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasonna H. Laoly yang memenangkan kubu Agung. “Tak ada pilihan selain
melawan keputusan Menteri Hukum,” ujar Bambang.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan Sekretaris Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera Jazuli Juwaini menyatakan bakal mendukung penggunaan hak
interpelasi—hak untuk meminta penjelasan pemerintah—atau hak angket, untuk
menyelidiki kebijakan pemerintah, yang diajukan Golkar. Keduanya menilai
pemerintah telah mengintervensi konflik Golkar.
Koalisi Merah Putih masih memiliki suara mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat,
yaitu 261 dari 560 kursi parlemen. Sedangkan partai koalisi pemerintah
mengantongi 246 suara. Meski sebenarnya sebagian politikus Golkar sejak awal
memilih berseberangan dengan Koalisi Merah Putih. Partai Demokrat, sebagai
penentu disetujui-tidaknya hak tersebut, juga memilih tak ikut campur. “Biarkan
masalah internal jadi urusan partai masing-masing,” kata Ketua Harian Demokrat
Sjarifuddin Hasan.
Pimpinan fraksi
partai Koalisi Merah Putih membuat peringatan bersama terkait dengan keputusan
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Keputusan Yosanna mengesahkan Agung
Laksono sebagai Ketua Umum Partai Golkar dianggap melawan hukum dengan
mengintervensi partai yang tengah berkonflik.
Mereka menganggap keputusan Menteri Yasonna akan membawa dampak buruk bagi
pemerintah. "Tindakan begal politik Laoly terhadap Golkar dan PPP hanya
pintu masuk agenda politik lain yang bisa mengancam kepentingan nasional,"
kata Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, di kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, Jumat, (13/3).
"Apa yang dilakukan menteri terhadap Golkar dan PPP jelas melawan hukum
dan syarat kepentingan politik. Kami yakin keputusan itu tak melalui persetujuan
Presiden," ujar Bambang sembari menambahkan bahwa Yasonna melanggar
Anggaran Dasar Partai Persatuan Pembangunan dan Undang-Undang tentang Partai
Politik.
Begitu pula dengan
PPP, kini terbelah menjadi dua kubu. Yaitu kubu Romahurmuzziy yang pro
pemerintahan Jokowi dan kubu Djan Faridz, yang didukung koalisi pendukung
prabowo Sudianto. Kubu Aburizal menilai Menteri Yasonna memanipulasi keputusan
Mahkamah Partai Golkar dengan memenangkan kubu Agung Laksono.
"Kami duga ada kelompok yang ambil keuntungan politik dan menjauhkan
masing-masing kubu," kata Bambang. Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin,
bagian dari kubu Aburizal Bakrie, mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi
kinerja Menteri Yasonna. "Kami yakin Presiden Joko Widodo akan mendukung
kami," kata Ade.
Sekretaris Jenderal PPP, Dimyati Natakusumah, berpendapat Presiden Joko Widodo
harus turun langsung menyelesaikan konflik PPP. "Kami sudah tak percaya
lagi dengan Menteri Hukum Yasonna. "Hanya Jokowi yang bisa menyelesaikan
konflik PPP. Kalau tak ada putusan kami pakai hak angket," kata Dimyati.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini
mengatakan, Menteri Yasonna tak adil dalam menyelesaikan konflik partai.
"Secara kasat mata Menkumham melakukan standar ganda," katanya.
"Menkumham terlalu cepat putuskan putusan Mahkamah Partai Golkar kubu
Agung, tapi tak sahkan keputusan Mahkamah PPP yang akui kubu Djan Faridz."
Anggota
Fraksi Partai Golkar, Popong Otje Djundjunan alias Ceu Popong, mengaku prihatin
dengan campur tangan orang luar terhadap kisruh internal Golkar. Meski
demikian, konflik ini juga membuat dia bangga lantaran menjadi bukti bila
Golkar masih diperhitungkan. "Golkar ibarat wanita cantik dan kaya, yang
juga punya kekuatan diperhitungkan. Makanya diawut-awut. Saya prihatin. Kalau
kata orang Inggris, keleus," kata Popong, Jumat,(13/3). Keleus adalah bahasa Sunda
yang berarti prihatin.
Ceu Popong mengaku tidak keberatan dengan legalitas kepengurusan Golkar versi
Ketua Umum Agung Laksono. Anggota DPR tertua itu mengatakan ia tidak memiliki
loyalitas pada poros manapun. "No
problem.
Loyalitas saya ada pada Golkar. Bukan sama Agung, Agus, Prio, Ical, Idrus, atau
siapapun. Saya teh sayang sama semuanya. Semuanya itu kan anak-anak saya,"
ujarnya.
Popong mengklaim tidak mempersoalkan siapa di antara dua kubu yang dianggap
paling memiliki legalitas. Meski demikian, kata dia, perseteruan ini hendaknya
tidak mengubah orientasi Golkar sebagai partai yang paling konsisten menjaga
Pancasila. "Kalau negara ini memiliki benteng. Maka benteng yang paling
kuat itu, di luar TNI, jelas Golkar. Kenapa? Karena Golkar paling peduli dengan
keberlangsungan ideologi Pancasila ," katanya.
Pengakuan legalitas Partai Golkar diberikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia kepada kepengurusan versi Musyawarah Nasional Ancol yang melahirkan
kepemimpinan Agung Laksono. Keputusan itu diambil menyusul sikap dua dari empat
anggota Mahkamah Partai yang mengakui kepengurusan Munas Ancol. Ketua Umum
Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie, menggugat keputusan itu ke pengadilan
lantaran keputusan mahkamah tidak dibuat secara bulat.
Menurut Popong, konflik di antara kedua kubu itu merupakan permainan
orang-orang yang mengenal betul cara menyiasati celah hukum. Konflik tersebut
turut dipicu oleh orang luar dengan cara memanfaatkan tokoh-tokoh sentral di
tubuh Golkar. Namun ia enggan menyebutkan siapa orang yang dimaksud.
"Tidak etis atuh. Yang jelas, hanya orang yang faham hukum yang bakal
bermain-main dengan masalah hukum. Tidak mungkin orang awam, kan?" ujarnya.
Beberapa pimpinan
daerah Golkar saat dihubungi Kontras nampak santai menghadapi polemik Golkar.
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan beberapa pimpinan Golkar daerah di luar
Jawa memilih aman dengan membelot mendukung Agung Laksaono.