Headlines News :
Home » » Politik Golkar Yang Tak Lagi Kokoh

Politik Golkar Yang Tak Lagi Kokoh

Written By Tribunekompas.com on Sabtu, 14 Maret 2015 | 11:23:00 AM



JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tommy.
-Permainan politik tingkat elit yang mendera partai politik di Indonesia saat ini mendekati ttik nadir. Keputusan untuk kepentingan bersama demi kamajuan bangsa  dan kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Lantas siapakah yang dapat dipercaya?.
Perpecahan di tubuh partai Golongan Karya (Golkar) banyak menghiasi berbagai media nasional dan luar negeri. Elit partai Golkar seolah tidak terpengaruh dengan pemberitaan buruk media. Dari sindiran ringan sampai hunjaman berat, mereka tetap mengedepankan missi masing-masing diri dan golongan.

Kabar terakhir keputusan pemerintah mengesahkan kepemimpinan Agung Laksono, semakin meruncingkan situasi politik Golkar dan keamanan nasional RI. Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Ancol, Agung Laksono, bergerak cepat menggalang dukungan. Sehari setelah kepengurusannya disahkan pemerintah, Rabu (11/3) Agung menyambangi Ketua Umum Partai NasDem yang juga bekas Ketua Dewan Pertimbangan Golkar, Surya Paloh. Agung mengakui kunjungannya itu untuk mendapatkan dukungan partai lain.

“Selain ingin silaturahmi, saya menyatakan siap bergabung dengan partai-partai pendukung pemerintah,” kata Agung sebelum bertemu dengan Surya. Agung juga mengatakan telah mengunjungi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dia berencana bersua dengan petinggi partai pendukung pemerintah lainnya maupun dengan partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.

Seusai pertemuan di kantor NasDem, Surya Paloh menyatakan siap mendukung Agung. “Baik di parlemen, tukar-menukar informasi, dan saling mendukung,” kata Surya. Dukungan terhadap perubahan sikap Golkar juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Achmad Basarah. “Kami menyambut dengan tangan terbuka."

Kubu Aburizal tak tinggal diam. Bendahara umum yang juga Sekretaris Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan partainya bakal menggulirkan hak interpelasi atau hak angket terhadap keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly yang memenangkan kubu Agung. “Tak ada pilihan selain melawan keputusan Menteri Hukum,” ujar Bambang.

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini menyatakan bakal mendukung penggunaan hak interpelasi—hak untuk meminta penjelasan pemerintah—atau hak angket, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah, yang diajukan Golkar. Keduanya menilai pemerintah telah mengintervensi konflik Golkar.

Koalisi Merah Putih masih memiliki suara mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu 261 dari 560 kursi parlemen. Sedangkan partai koalisi pemerintah mengantongi 246 suara. Meski sebenarnya sebagian politikus Golkar sejak awal memilih berseberangan dengan Koalisi Merah Putih. Partai Demokrat, sebagai penentu disetujui-tidaknya hak tersebut, juga memilih tak ikut campur. “Biarkan masalah internal jadi urusan partai masing-masing,” kata Ketua Harian Demokrat Sjarifuddin Hasan.

Pimpinan fraksi partai Koalisi Merah Putih membuat peringatan bersama terkait dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Keputusan Yosanna mengesahkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Partai Golkar dianggap melawan hukum dengan mengintervensi partai yang tengah berkonflik.

Mereka menganggap keputusan Menteri Yasonna akan membawa dampak buruk bagi pemerintah. "Tindakan begal politik Laoly terhadap Golkar dan PPP hanya pintu masuk agenda politik lain yang bisa mengancam kepentingan nasional," kata Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (13/3).

"Apa yang dilakukan menteri terhadap Golkar dan PPP jelas melawan hukum dan syarat kepentingan politik. Kami yakin keputusan itu tak melalui persetujuan Presiden," ujar Bambang sembari menambahkan bahwa Yasonna melanggar Anggaran Dasar Partai Persatuan Pembangunan dan Undang-Undang tentang Partai Politik. 

Begitu pula dengan PPP, kini terbelah menjadi dua kubu. Yaitu kubu Romahurmuzziy yang pro pemerintahan Jokowi dan kubu Djan Faridz, yang didukung koalisi pendukung prabowo Sudianto. Kubu Aburizal menilai Menteri Yasonna memanipulasi keputusan Mahkamah Partai Golkar dengan memenangkan kubu Agung Laksono.

"Kami duga ada kelompok yang ambil keuntungan politik dan menjauhkan masing-masing kubu," kata Bambang. Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin, bagian dari kubu Aburizal Bakrie, mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Menteri Yasonna. "Kami yakin Presiden Joko Widodo akan mendukung kami," kata Ade.

Sekretaris Jenderal PPP, Dimyati Natakusumah, berpendapat Presiden Joko Widodo harus turun langsung menyelesaikan konflik PPP. "Kami sudah tak percaya lagi dengan Menteri Hukum Yasonna. "Hanya Jokowi yang bisa menyelesaikan konflik PPP. Kalau tak ada putusan kami pakai hak angket," kata Dimyati.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini mengatakan, Menteri Yasonna tak adil dalam menyelesaikan konflik partai. "Secara kasat mata Menkumham melakukan standar ganda," katanya. "Menkumham terlalu cepat putuskan putusan Mahkamah Partai Golkar kubu Agung, tapi tak sahkan keputusan Mahkamah PPP yang akui kubu Djan Faridz."

Anggota Fraksi Partai Golkar, Popong Otje Djundjunan alias Ceu Popong, mengaku prihatin dengan campur tangan orang luar terhadap kisruh internal Golkar. Meski demikian, konflik ini juga membuat dia bangga lantaran menjadi bukti bila Golkar masih diperhitungkan. "Golkar ibarat wanita cantik dan kaya, yang juga punya kekuatan diperhitungkan. Makanya diawut-awut. Saya prihatin. Kalau kata orang Inggris, keleus," kata Popong, Jumat,(13/3). Keleus adalah bahasa Sunda yang berarti prihatin.

Ceu Popong mengaku tidak keberatan dengan legalitas kepengurusan Golkar versi Ketua Umum Agung Laksono. Anggota DPR tertua itu mengatakan ia tidak memiliki loyalitas pada poros manapun. "
No problem. Loyalitas saya ada pada Golkar. Bukan sama Agung, Agus, Prio, Ical, Idrus, atau siapapun. Saya teh sayang sama semuanya. Semuanya itu kan anak-anak saya," ujarnya.

Popong mengklaim tidak mempersoalkan siapa di antara dua kubu yang dianggap paling memiliki legalitas. Meski demikian, kata dia, perseteruan ini hendaknya tidak mengubah orientasi Golkar sebagai partai yang paling konsisten menjaga Pancasila. "Kalau negara ini memiliki benteng. Maka benteng yang paling kuat itu, di luar TNI, jelas Golkar. Kenapa? Karena Golkar paling peduli dengan keberlangsungan ideologi Pancasila ," katanya.

Pengakuan legalitas Partai Golkar diberikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada kepengurusan versi Musyawarah Nasional Ancol yang melahirkan kepemimpinan Agung Laksono. Keputusan itu diambil menyusul sikap dua dari empat anggota Mahkamah Partai yang mengakui kepengurusan Munas Ancol. Ketua Umum Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie, menggugat keputusan itu ke pengadilan lantaran keputusan mahkamah tidak dibuat secara bulat.

Menurut Popong, konflik di antara kedua kubu itu merupakan permainan orang-orang yang mengenal betul cara menyiasati celah hukum. Konflik tersebut turut dipicu oleh orang luar dengan cara memanfaatkan tokoh-tokoh sentral di tubuh Golkar. Namun ia enggan menyebutkan siapa orang yang dimaksud. "Tidak etis atuh. Yang jelas, hanya orang yang faham hukum yang bakal bermain-main dengan masalah hukum. Tidak mungkin orang awam, kan?" ujarnya.
 

Beberapa pimpinan daerah Golkar saat dihubungi Kontras nampak santai menghadapi polemik Golkar. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan beberapa pimpinan Golkar daerah di luar Jawa memilih aman dengan membelot mendukung Agung Laksaono.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

.

.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. TRIBUNEKOMPAS.COM - All Rights Reserved
Published by Tribunekompas.com