Headlines News :
Home » » Kasus Kemenkes Dan Kemendiknas Mangkrak

Kasus Kemenkes Dan Kemendiknas Mangkrak

Written By Tribunekompas.com on Minggu, 18 Maret 2012 | 3:00:00 PM

JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Anto.


- Penanganan kasus korupsi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional yang diduga melibatkan M Nazaruddin mangkrak. Dua perkara yang mulai ditangani sejak Juli 2010 ini, tidak kunjung mengalami kemajuan.

Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menyatakan, ke­polisian masih mengusut perkara Kemendiknas dan Kemenkes. Se­jauh ini, penyidik masih me­ng­in­ventarisir total kerugian negara akibat perkara tersebut.

Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini mengaku belum bisa memastikan, apakah kasus Ke­mendiknas dan Kemenkes su­dah masuk tahap penyidikan.

Menurutnya, saksi-saksi kedua kasus tersebut jumlahnya banyak. Selain itu, mereka tersebar di be­be­rapa daerah. Kedua hal terse­but, secara teknis menjadi ken­dala penyidik. Tapi, penyidik Ti­pi­kor Bareskrim sudah me­ngum­pulkan sederet keterangan saksi dan tengah mengem­ban­g­kan pe­meriksaan pada saksi-saksi lain.

Dia menguraikan, untuk kasus du­gaan korupsi di Kemenkes, po­lisi menangani perkara pe­nga­daan alat bantu dokter spesialis di 17 rumah sakit. Rumah sakit itu tersebar di 12 provinsi. Nilai pro­yek yang memakan anggaran negara tahun 2009 itu diper­ki­ra­kan Rp 498 miliar. Dari total ang­garan negara tersebut, diper­ki­ra­kan Rp 15 miliar dikorupsi.

Atas dugaan itu, Kepala Bagian Program dan Informasi Sek­re­ta­riat Badan Pengembangan dan Pem­ber­d­ayaan Sumber Daya Ma­nusia (PPSDM) Kemenkes Syamsul Bahri ditetapkan seba­gai tersangka.

Ia dituduh me­nyim­pangkan ang­­garan penga­da­an alat bantu be­­lajar-mengajar pen­didikan dok­­ter spesialis di rumah sakit pendidikan dan ru­jukan di Badan Pengembangan dan Pem­be­r­da­ya­an Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kemenkes.

Dalam kasus ini, sedikitnya 17 kepala rumah sakit telah dikorek ke­te­rangannya. Kabareskrim Polri Komjen Sutarman menje­las­kan, Polri menemukan kesu­litan dalam menindaklanjuti ka­sus ini. Minimnya barang bukti, membuat penetapan status ter­sangka ikut terkendala.

Sementara dalam penanganan kasus dugaan korupsi Kemen­dik­nas, tambah Boy, Polri telah me­meriksa 100 saksi. Saksi-saksi ter­sebut berasal dari 17 provinsi di Indonesia. Namun dari sekian ba­nyak saksi itu, kepolisian be­lum bisa menetapkan ter­sang­ka. “Kita masih mengembangkan pe­meriksaan saksi-saksi,” katanya.

Diketahui, kasus dugaan ko­rupsi di Kemendiknas terjadi pada proyek pengadaan pe­ning­katan mutu belajar mengajar ta­hun anggaran (TA) 2007 di ling­kungan Direktorat Jenderal Pe­ningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Total proyek ditaksir lebih dari Rp 400 miliar.

Nyaris senada dengan kasus Kemenkes, Boy belum bisa mem­perkirakan nilai dugaan ko­rupsi di kasus ini. Menurutnya, ni­lai korupsi masih dihitung Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Soal rencana Kabareskrim me­ningkatkan status penanganan kasus ini, Boy mengaku belum men­dapatkan informasi. “Kita tunggu saja,” ujarnya. Lebih lan­jut, Sutarman pun tak men­ja­wab pertanyaan seputar ren­ca­na­nya menaikkan status pe­na­nga­nan ke­dua perkara tersebut.

Sebelumnya, bekas Kapolda Met­ro Jaya itu menge­mu­ka­kan, ter­sangka pada kasus ini ke­mung­kinan berasal dari panitia proyek dan pe­jabat pembuat ko­mitmen proyek.

“Kita periksa semua saksi mu­lai dari panitia pengadaan barang sam­p­ai dengan pejabat pembuat ko­mitmen di beberapa lembaga dan kementerian yang melaku­kan pengadaan barang dan jasa,” ujar­nya. Ia menepis bahwa lam­bannya pengusutan kedua kasus ini dilatari intervensi pihak ter­tentu.

REKA ULANG

Beralasan Tunggu Nilai Kerugian Negara


Kabareskrim Polri Komjen Su­tarman menyatakan, selain ka­sus dugaan korupsi Kemenkes dan Kemendiknas, Polri bakal me­ningkatkan status penanganan perkara korupsi lain.

“Ada beberapa yang akan kita naikkan menjadi penyidikan. Bu­kan hanya kasus Kemenkes dan Kemendiknas saja. Ada belasan ka­sus yang segera kita naikkan ke ta­hap penyidikan. Tapi belum bisa disampaikan,” ujarnya, Ka­mis, 23 Februari lalu.

Belasan kasus korupsi di ke­menterian tersebut, menurut Su­tar­man, tersebar di berbagai dae­rah dan lembaga negara.

Dia mengaku, kelambanan pe­nanganan kasus dugaan korupsi Kemenkes dan Kemendiknas di­picu lamanya penghitungan du­ga­an kerugian negara yang di­la­kukan BPK.

“Mencari barang bukti, harus menghitung kerugian negara dulu, ini terkait institusi lain khu­susnya BPK. Jadi ini kan ter­gan­tung institusi lain. Kalau kita mau­nya cepat,” tandasnya.

Terakhir, pada pengusutan du­gaan korupsi di Kemendiknas, Polri memeriksa Wakil Men­dik­nas Fasli Djalal sebagai saksi. Pe­meriksaan dilaksanakan, karena Fasli sebelumnya pernah men­ja­bat sebagai Direktur Jenderal pada Direktorat Jenderal Pe­ning­katan Mutu Pendidik dan Tenaga Ke­pen­didikan (PMPTK) Ke­mendiknas.

Dia diduga mengetahui seluk beluk pelaksanaan proyek. Saat dikonfirmasi, Fasli menegaskan, kapasitasnya dalam kasus ini sebagai saksi. “Status saya dalam kasus ini sebagai saksi,” tuturnya.

Kedatangannya ke Mabes Polri di­tujukan untuk memenuhi pang­gilan kepolisian. Menurut Fasli, kehadirannya memenuhi ke­wa­ji­ban sebagai saksi, diketahui dan atas seizin Mendiknas.

Menurutnya, selain menjawab pertanyaan penyidik, dia juga me­nyerahkan dokumen penting menyangkut teknis pelaksanaan pengadaan barang dalam proyek di bawah direktoratnya.

Namun, bagaimana pelak­sa­na­an dan akhir dari proyek tersebut, dia tidak mengetahui secara per­sis. Soalnya, saat proyek berjalan, dia dimutasi dari jabatannya.

Menurut Kabareskrim Su­tar­man, semua pihak yang diduga me­ngetahui pelaksanaan proyek di Kemendiknas dan Kemenkes akan dimintai keterangan. Pihak­nya pun mengaku sudah ber­koor­dinasi dengan Kejagung dan KPK yang juga menangani kasus du­gaan korupsi di kedua lembaga ne­gara tersebut. “Meskipun ka­susnya berbeda tahun anggaran, koordinasi dengan KPK dan Kejagung jalan terus,” tuturnya.

Dia menambahkan, pem­be­r­ka­­san perkara atas nama ter­sang­ka Saiful Bahri di kasus dugaan ko­rupsi Kemenkes juga telah di­koordinasikan dengan Keja­gung. Hal itu dilaksanakan ka­re­na ke­polisian dan Kejagung me­na­nga­ni kasus dengan ter­sang­ka sama.

Aneh Karena Belum Tuntas

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR


Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, lambannya pengusutan kasus dugaan korupsi di Kemenkes dan Kemendiknas bisa mem­pe­ngaruhi kredibiltas Polri. Ka­re­na itu, dia mendesak kepolisian segera menyelesaikan kedua perkara tersebut.

“Dua perkara tersebut sudah di­tangani kepolisian sangat lama. Aneh apabila kasus ini tidak bisa segera dituntaskan,” katanya.

Dia memperkirakan, keti­dak­cepatan polisi menangani kasus ini bukan semata dipicu ku­rang­nya alat bukti. Artinya, dia sama sekali tidak menyangsikan ke­mampuan penyidik Polri dalam mengusut perkara. Menurut dia, penyidik memiliki kapabilitas dan kemampuan menye­lesai­kan berbagai persoalan. “Me­reka pu­nya keahlian menangani per­kara yang paling pelik se­ka­li­pun,” tuturnya.

Syarifuddin menduga, yang menjadi persoalan dalam me­nangani kasus ini adalah ke­eng­ga­nan penyidik menyelesaikan pokok perkara. Ketidakmauan penyidik mempercepat pengu­su­tan kasus ini, lanjutnya, me­nun­jukkan kemungkinan inter­vensi pihak tertentu.

”Ada ke­eng­ganan penyidik yang mengesankan adanya in­tervensi dari luar,” ucapnya. Dia tak menjelaskan secara rinci je­nis intervensi model apa yang ke­mungkinan diterima penyidik.

Dia mengingatkan, penting­nya penuntasan dua kasus du­ga­an korupsi ini secara cepat, ka­rena menimbulkan dampak sistemik pada masyarakat. Me­nurut hematnya, desakan segera menuntaskan kasus ini bukan semata karena menyeret-nyeret nama M Nazaruddin, akan teta­pi nilainya, buntut korupsi di dua kementrian ini berdampak sistemik pada masyarakat.

“Kesehatan dan pendidikan itu menjadi kebutuhan masya­ra­kat yang mendasar. Kalau masalah korupsi di ke­dua bi­dang ini tak segera tuntas, ba­gaimana nasib kesehatan dan pendidikan masyarakat kita?” tandasnya.

Kelambanan Mengusut Kasus Tak Bisa Ditolerir

Marwan Batubara, Koordinator KPKN


Kelambanan Polri me­ngu­sut kasus korupsi sama sekali tidak bisa ditolerir. Untuk itu, si­nergi kepolisian dengan lem­ba­ga lain seperti BPK dan BPKP harus diintensifkan.

“Polisi tidak bisa terus-me­ne­rus ­beralasan belum menerima ha­sil audit BPK dan BPKP,” kata Koordinator LSM Komite Pe­nye­lamat Kekayaan Negara (KPKN).

Di satu sisi, dia mengakui, pro­ses audit memakan waktu panjang. Namun hal itu hen­dak­nya bisa diatasi secara bersama. Paling tidak, kepolisian men­cari solusi dengan cara lebih pro aktif meminta hasil peng­hi­tu­ngan ke BPK maupun BPKP. Atau, pihak BPK maupun BPKP memberikan penjelasan sejauhmana audit yang telah diselesaikannya.

“Transparansi di sini menjadi sangat penting mengingat ba­nyaknya per­t­anya­an ma­sya­ra­kat seputar nasib penanganan kasus ini,” tandasnya.

Dia memandang, polisi sudah arif dalam menyingkap kasus ini. Setidaknya, di tengah ber­larut­nya penanganan kasus ini, k­e­po­li­sian sudah menunjukkan ke­seimbangan mengusut per­kara. Keseimbangan itu dapat terlihat dari upaya kepolisian me­ngorek keterangan ratusan saksi serta memeriksa dokumen kasus ini.

Bekas anggota DPD ini ya­kin, penyidik sudah me­ngan­tongi data yang akurat. Hanya saja, kepolisian dinilainya be­lum mempunyai keberanian me­ngambil langkah strategis.

Apalagi, kedua kasus ini se­jak awal diduga terkait dengan Nazaruddin. “Jadi mereka lebih memilih jalan aman dengan cara mengandalkan temuannya lewat hasil audit final BPK dan BPKP.”
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

.

.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. TRIBUNEKOMPAS.COM - All Rights Reserved
Published by Tribunekompas.com