JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Bayu.
- Meski dikritik berbagai kalangan, pengambilan sumpah Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap dilakukan kemarin. Proses pelantikan berlangsung relatif tanpa hambatan.
Di hadapan Presiden, Patrialis mengucapkan sumpah dan janji sebagai hakim konstitusi. Patrialis menggantikan Achmad Sodiki yang memasuki masa pensiun. Pelantikannya didasari Keputusan Presiden Nomor 87/P/2013 tertanggal 22 Juli 2013.
Bersama Patrialis, dua hakim konstitusi lainnya, M. Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati, juga mengucapkan sumpah. Masa jabatan Akil dan Maria diperpanjang untuk periode kedua oleh Presiden Yudhoyono.
Meski Patrialis sudah dilantik, banjir kecaman tak surut. Belasan lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengkritik cara Yudhoyono menunjuk bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu sebagai hakim konstitusi.
”Penunjukkan Patrialis tidak sesuai dengan pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi,” ujar juru bicara Koalisi, Bahrain, saat dihubungi kemarin.
Ia menjelaskan, pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan kalau pencalonan hakim konstitusi harus dilakukan transparan dan partisipatif. Berdasarkan pasal itu, kata Bahrain, nama setiap calon hakim konstitusi seharusnya dipublikasikan di media massa agar masyarakat bisa menilai dan memberi masukan. ”Ketentuan ini tidak dilakukan Presiden,” ujar Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini.
Bahrain mengatakan, Koalisi telah mendaftarkan gugatan atas penunjukkan Patrialis ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Koalisi juga akan mengajukan uji materi dan formil ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 19 tersebut. Soalnya, menurut dia, tiga lembaga yang berhak mengirim hakim ke Mahkamah Konstitusi -- Mahkamah Agung, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat-- berbeda cara menafsirkan pasal itu. ”Pasal 19 harus diperjelas agar makna transparan dan partisipatif itu lebih tegas,” katanya.
Adnan Buyung Nasution, bekas anggota Dewan Pertimbangan Presiden, juga menyalahkan cara Presiden Yudhoyono mengangkat Patrialis. Ia menilai cara Presiden tersebut bertentangan dengan azas negara hukum. Ketika menjadi penasehat Presiden, Adnan Buyung mengaku seleksi dilakukan dengan membentuk panitia yang beranggotakan orang-orang berintegritas. Para calon yang lolos seleksi lalu direkomendasikan ke presiden. ”Saya bukan menolak orangnya, tapi ini caranya salah,” ujar Adnan kemarin.
Adnan Buyung pun mendukung gugatan Koalisi ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Jika pengadilan nanti membenarkan surat keputusan presiden, ya, harus diterima. Tapi kalau tidak, presiden harus patuh,” katanya. Selain itu, Adnan Buyung juga menyarankan Patrialis mengundurkan diri saja. ”Seharusnya dia malu karena proses pengangkatannya tidak transparan.”
Dihubungi terpisah, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mempersilakan Koalisi mengajukan uji materi terhadap pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ke lembaganya.
Adapun Patrialis mempersilakan pengangkatannya sebagai hakim konstitusi digugat ke PTUN. Namun, ia enggan berkomentar ihwal kemungkinan PTUN memenangkan gugatan Koalisi. ”Jangan pakai kalau-kalau, kami jalan saja. Bismillah,” ujarnya. Patrialis mengklaim mengikuti seleksi sebelum dipilih sebagai hakim konstitusi. ”Saya dites Bapak Presiden di Istana,” katanya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !