JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Anto.
- Kejaksaan Agung menetapkan tersangka baru perkara korupsi pengadaan Sistem Informasi (Sisinfo) Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2006.
“Tim penyidik menemukan fakta hukum baru, bahwa dalam perkara itu ada satu orang lagi yang terlibat dan telah ditetapkan sebagai tersangka, inisialnya RNK,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin.
Menurut Adi, dalam konteks kasus yang merugikan negara Rp 14 miliar ini, RNK adalah salah seorang Direktur di Direktorat Jenderal Pajak. “Dia Direktur Informasi Pajak. Kalau jabatannya sekarang, saya kurang tahu,” katanya.
Dia menambahkan, RNK ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Maret 2012, tetapi baru disampaikan kemarin. Setelah penetapan status tersangka itu, Kejaksaan Agung kemudian mengajukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM agar mencegah RNK ke luar negeri. “Tersangka belum ditahan, tapi dicegah sejak 30 Maret,” katanya.
Penetapan status cegah terhadap RNK berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 073. “Dicegah ke luar negeri untuk enam bulan ke depan,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Dalam kasus ini, jelas Adi, RNK berperan dalam proses pelelangan dan keseluruhan proses pengadaan barang. Pengadaan dilakukan PT Berca Hardaya Perkasa (PT BHP) sebagai pemenang lelang. “PT Berca Hardaya menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan penawaran PT Berca Hardaya. Itu perannya,” tandas dia.
RNK, menurut Adi, mangkir dari panggilan pemeriksaan pertama sebagai tersangka pada Senin pekan ini. Penyidik menjadwalkan pemanggilan ulang pada Senin pekan depan.
Penyidik tidak takut RNK melarikan diri karena sudah dicegah ke luar negeri. “Rencananya, tersangka dipanggil kembali untuk diperiksa pada 9 April,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah menetapkan tersangka lain, yakni Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajemen Bahar dan Pejabat Pembuat Komitmen Pulung Sukarno. Sebagai catatan, sudah cukup lama Kejagung menangani kasus ini, tapi dua tersangka itu tak kunjung dibawa ke persidangan. Pulung dan Bahar ditetapkan sebagai tersangka pada 3 November 2011.
Tapi, Adi beralasan, berkas dua tersangka dari Ditjen Pajak itu, telah dilimpahkan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Jika proses itu telah selesai, Pulung dan Bahar akan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. “Yang dua itu sudah dilimpahkan tahap dua pada Selasa 3 April,” ujarnya.
Sedangkan tersangka dari perusahaan rekanan Ditjen Pajak, yakni Direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Lim Wendra Halingkar, masih dalam proses penyidikan. Lim ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan Januari lalu. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat naik ke tahap penuntutan,” kata Adi.
Bahar dan Pulung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung yang berada di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Sedangkan Lim ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Ketiganya disangka melanggar Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.
Penyidik juga telah memeriksa 25 saksi. Dalam proyek dengan anggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai dengan spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. “Ada proses perubahan spesifikasi teknis, jadi perubahan itu tidak sesuai dengan prosedur, yaitu menyesuaikan dengan penawaran dari salah satu peserta lelang, yakni PT Berca Hardaya,” kata Adi.
Menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 14 miliar dalam proyek ini.
Kantor Pusat Ditjen Pajak Digeledah
Empat lokasi yang diduga sebagai tempat penyimpanan data pengadaan Sistem Informasi Pajak Ditjen Pajak Kementerian Keuangan digeledah aparat Kejaksaan Agung.
Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kantor Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan di Jakarta Barat, sebuah rumah di Jalan Madrasah, Gandaria, Jakarta Selatan, dan sebuah rumah di Cinere, Depok, Jawa Barat. Penggeledahan tersebut dilakukan pada 3 November 2011 lalu.
Dua buah rumah yang turut digeledah Tim Khusus Kejaksaan Agung, yakni rumah di Jalan Madrasah, Gandaria, Jakarta Selatan dan rumah di Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat adalah milik tersangka Bahar.
Menurut Direktur Penyidikan Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arnold Angkouw, anak buahnya sudah pernah meminta dokumen yang dibutuhkan untuk proses penyelidikan dan penyidikan.
Namun, pihak Direktorat Jenderal Pajak yang dimintai keterangan, tidak mau memberikannya. Lantaran itulah, tim yang menangani kasus ini melakukan penggeledahan. Tim kemudian menyita sejumlah dokumen di empat lokasi tersebut.
Arnold pun menegaskan, penggeledahan dan penyitaan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang. “Jaksa mempunyai wewenang untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan, karena itu merupakan bagian dari pengumpulan alat-alat bukti,” ujarnya.
Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyimpangan pengadaan Sistem Informasi Pajak di Direktorat Jenderal Pajak tahun anggaran 2006.
Total anggaran pengadaan tersebut sekitar Rp 43 miliar. Dugaan penyimpangannya sekitar Rp 12 miliar. “Setelah mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut, kami datangkan auditor BPK. Soalnya, mereka yang menemukan kejanggalan itu,” kata Arnold.
Menanggapi kasus ini, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak berwajib agar segera tuntas,” kata Direktur Penyuluhan dan Bimbingan Pelayanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaidi saat jumpa pers di kantor pusat Ditjen Pajak.
Dedi menyatakan, kasus ini murni bukan perkara perpajakan, tapi pengadaan barang. “Tidak sedikit pun kami resistance terhadap proses hukum ini. Justru kami dukung, karena kami sedang berbenah,” ujarnya.
Masyarakat Curiga Jika Tidak Dibawa Ke Pengadilan
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Penanganan kasus, apalagi kasus korupsi dengan nilai kerugian negara miliaran rupiah, mesti ditangani secara utuh sampai ke pengadilan. Tidak boleh ada yang berupaya mengulur-ulur waktu agar suatu kasus hilang ditelan waktu. Masyarakat tentu curiga jika tersangka kasus korupsi tak kunjung disidang.
Lantaran itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengingatkan para pimpinan Kejaksaan Agung agar tidak menggantung kasus-kasus korupsi, apalagi yang sudah disampaikan kepada masyarakat.
Selain menangani kasus korupsi pengadaan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak, saran Alvon, Kejaksaan Agung semestinya memiliki agenda yang lebih besar, yakni memberantas tindak pidana korupsi di sektor pajak.
“Sekarang ini masih patut dipertanyakan, apakah membongkar kasus-kasus perpajakan merupakan agenda besar kejaksaan,” ujarnya.
Agar masyarakat percaya Kejaksaan Agung serius mengusut perkara korupsi di sektor pajak, maka kasus-kasus itu mesti dituntaskan secara utuh sampai ke pengadilan. Jika tidak, masyarakat tak akan percaya pada kejaksaan. Tak boleh ada upaya “memilih-milih” tersangka hanya yang jabatannya rendah. “Tak boleh setengah-setengah,” tandas Alvon.
Selain itu, menurut dia, Kejaksaan Agung mesti meningkatkan kinerjanya agar lebih akurat dan cepat. “Pengusutan kasus-kasus itu semestinya dipercepat, agar pemberantasan korupsi terbaca publik. Sebab, publik tidak buta,” katanya.
Alvon juga menekankan pentingnya menjalankan prosedur pengusutan yang benar dalam penanganan suatu kasus. “Jangan melakukan kesalahan-kesalahan prosedural,” ujarnya.
Secara prosedural, adalah hak penyidik untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Hak penyidik pula untuk tidak menahan tersangka. “Asalkan mereka bisa menjamin tersangka tidak akan melarikan diri dan tidak akan menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Berharap Kejagung Tangkap Kakap
Dasrul Jabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Jabar mengingatkan pimpinan dan aparat Kejaksaan Agung agar serius menangani perkara-perkara korupsi, termasuk kasus pengadaan Sistem Informasi di Direktorat Jenderal Pajak.
Keseriusan itu, lanjut Dasrul, bisa ditunjukkan dengan menangani kasus korupsi di Ditjen Pajak ini tanpa tebang pilih. Apapun jabatannya, siapa pun yang terlibat, semestinya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. “Hal itu perlu untuk menunjukkan keseriusan Kejaksaan Agung mengusut setiap dugaan korupsi perpajakan,” katanya, kemarin.
Dasrul menilai, kasus korupsi yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan cukup banyak. Tapi, menurut dia, pengusutannya dibuat sebagai permasalahan yang sangat rumit. “Sering juga orang pajak berdalih, kasus-kasus itu bukan pidana, dan biasanya ditangani penyidik sipil, di internal mereka,” ujarnya.
Lantaran itu, katanya, kejaksaan mesti mengusut kasus-kasus korupsi di Ditjen Pajak sampai tuntas. “Kejaksaan harus lebih pintar dan bisa menyewa ahli yang sungguh-sungguh mengerti masalah-masalah pajak. Itu sangat perlu dalam mengusut kasus-kasus pajak,” katanya.
Menurutnya, jika Kejaksaan Agung menyewa ahli atau tenaga profesional, maka penanganan kasus-kasus korupsi sektor pajak menjadi terarah. “Untuk sungguh-sungguh mengetahui, apakah kasus-kasus yang diusut itu berupa perkara pidana atau administratif,” ujarnya.
Dengan begitu, harapnya, Kejaksaan Agung bisa memberikan hasil yang maksimal dalam menangani kasus-kasus korupsi besar di sektor pajak. “Kita berharap kejaksaan bisa menangkap penjahat kakap, bukan penjahat teri,” ujarnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !