YOGYAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Astri.
- Merasa diperas polisi atas kasus penganiayaan yang tidak ia lakukan, Rinda Herawati, 32 tahun warga Mlati, Sleman mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Kamis 20 Desember 2012. Selain dia, Sutrino, 38 tahun juga mengadukan atas kasus yang sama.
"Kami dipaksa mengakui penganiayaan yang tidak kami lakukan," kata Rinda saat ditemui di kantor LBH.
Ia menyatakan, saat diinterogasi polisi tidak boleh berkomunikasi dengan keluarga. Telepon selular disita dan tidak didampingi pengacara atau yang tahu hukum. Saat polisi menginterogasi Sutrisno, pistol diarahkan ke perut di bagian atas.
Rinda mengatakan, ia memang berkasus dengan Yuli, warga Mlati sebagai pelanggan usaha londrinya. Tetapi hanya sebatas Yuli tidak membayar biaya cucian sebesar Rp 213 ribu saja. Memang ia mengakui ada percekcokan mulut. Tetapi tidak ada penganiayaan. Saat itu Rinda ditemani Sutrisno dan salah satu pegawainya.
Alih-alih mendapatkan uang tagihan biaya cucian, Rinda justru dilaporkan ke polisi Sektor Mlati, Sleman. Akibatnya Rinda pada 28 Oktober diciduk polisi dan diinterogasi soal penganiayaan. Ia dipaksa oleh penyidik untuk mengakui menganiaya Yuli. Ia ngotot tidak menganiayanya. Lalu ia memberikan saksi yaitu Sutrisno. Lalu Sutrisno juga diciduk untuk diinterogasi.
Rinda dipaksa penyidik yaitu Brigadir Erdan Sunaryo, Brigadir Satu Ginanjar Satria A dan Brigadir Juwanto. Satu lagi seorang penyidik yang ia lupa namanya. Yaitu dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa Sutrisno yang menganiaya Yuli.
Begitu juga Sutrisno dipaksa mengakui bahwa Rinda melakukan penganiayaan. Saat diinterogasi, pistol ditodongkan ke perut di bagian atas. Setelah kasus itu bergulir, kata dia disepakati ada uang damai. Yaitu Rp 10 juta untuk Yuli dan Rp 10 juta untuk polisi sebagai biaya menutup kasus.
Uang Rp 10 juta sudah diberikan ke Yuli pada 28 November juga Rp 5 juta ke polisi. Sisanya baru satu bulan akan diberikan ke polisi. "Pemberian uang damai di kantor polsek, yang Rp 5 juta saya minta waktu satu bulan," kata dia.
Setelah dipikir, ia mengeluarkan uang Rp 15 juta tanpa ada penganiayaan, maka ia melaporkan kasus itu ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah itu, kata polisi di Polda, para penyidik sudah dimintai keterangan. "Polisi lalu mengembalikan uang itu dengan paksa, dulu tidak ada surat penangkapan, tetapi saat memberikan uang itu baru diberi. Tanda tangan kami dipalsukan," kata Rinda.
Hamzal Wahyudin, Kepala Departemen Advokasi LBH menyatakan, hal ini merupakan modus polisi untuk memeras warga. Sehingga akan dilaporkan ke Kepala Kepolisian Daerah dan Propam Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. "Ini adalah modus pemerasan oleh polisi," kata dia.
Kepala Kepolisian Resor Sleman Hary Sutrisman menyatakan, ia akan menelusuri laporan tersebut. Jika polisi sdalah akan ditindak dengan sangat tegas. "Selama saya jadi Kapolres akan pakai kaca mata kuda, lurus-lurus saja. Polisi salah juga harus ditindak," kata dia. Ia mengakui, memang ada polisi yang tidak benar. Maka perlu ada pembenahan-pembenahan dalam institusinya.
By: Astri.
- Merasa diperas polisi atas kasus penganiayaan yang tidak ia lakukan, Rinda Herawati, 32 tahun warga Mlati, Sleman mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Kamis 20 Desember 2012. Selain dia, Sutrino, 38 tahun juga mengadukan atas kasus yang sama.
"Kami dipaksa mengakui penganiayaan yang tidak kami lakukan," kata Rinda saat ditemui di kantor LBH.
Ia menyatakan, saat diinterogasi polisi tidak boleh berkomunikasi dengan keluarga. Telepon selular disita dan tidak didampingi pengacara atau yang tahu hukum. Saat polisi menginterogasi Sutrisno, pistol diarahkan ke perut di bagian atas.
Rinda mengatakan, ia memang berkasus dengan Yuli, warga Mlati sebagai pelanggan usaha londrinya. Tetapi hanya sebatas Yuli tidak membayar biaya cucian sebesar Rp 213 ribu saja. Memang ia mengakui ada percekcokan mulut. Tetapi tidak ada penganiayaan. Saat itu Rinda ditemani Sutrisno dan salah satu pegawainya.
Alih-alih mendapatkan uang tagihan biaya cucian, Rinda justru dilaporkan ke polisi Sektor Mlati, Sleman. Akibatnya Rinda pada 28 Oktober diciduk polisi dan diinterogasi soal penganiayaan. Ia dipaksa oleh penyidik untuk mengakui menganiaya Yuli. Ia ngotot tidak menganiayanya. Lalu ia memberikan saksi yaitu Sutrisno. Lalu Sutrisno juga diciduk untuk diinterogasi.
Rinda dipaksa penyidik yaitu Brigadir Erdan Sunaryo, Brigadir Satu Ginanjar Satria A dan Brigadir Juwanto. Satu lagi seorang penyidik yang ia lupa namanya. Yaitu dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa Sutrisno yang menganiaya Yuli.
Begitu juga Sutrisno dipaksa mengakui bahwa Rinda melakukan penganiayaan. Saat diinterogasi, pistol ditodongkan ke perut di bagian atas. Setelah kasus itu bergulir, kata dia disepakati ada uang damai. Yaitu Rp 10 juta untuk Yuli dan Rp 10 juta untuk polisi sebagai biaya menutup kasus.
Uang Rp 10 juta sudah diberikan ke Yuli pada 28 November juga Rp 5 juta ke polisi. Sisanya baru satu bulan akan diberikan ke polisi. "Pemberian uang damai di kantor polsek, yang Rp 5 juta saya minta waktu satu bulan," kata dia.
Setelah dipikir, ia mengeluarkan uang Rp 15 juta tanpa ada penganiayaan, maka ia melaporkan kasus itu ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah itu, kata polisi di Polda, para penyidik sudah dimintai keterangan. "Polisi lalu mengembalikan uang itu dengan paksa, dulu tidak ada surat penangkapan, tetapi saat memberikan uang itu baru diberi. Tanda tangan kami dipalsukan," kata Rinda.
Hamzal Wahyudin, Kepala Departemen Advokasi LBH menyatakan, hal ini merupakan modus polisi untuk memeras warga. Sehingga akan dilaporkan ke Kepala Kepolisian Daerah dan Propam Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. "Ini adalah modus pemerasan oleh polisi," kata dia.
Kepala Kepolisian Resor Sleman Hary Sutrisman menyatakan, ia akan menelusuri laporan tersebut. Jika polisi sdalah akan ditindak dengan sangat tegas. "Selama saya jadi Kapolres akan pakai kaca mata kuda, lurus-lurus saja. Polisi salah juga harus ditindak," kata dia. Ia mengakui, memang ada polisi yang tidak benar. Maka perlu ada pembenahan-pembenahan dalam institusinya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !