JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Rangga.
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi tengah menggelar hajatan besar mencari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Setelah melalui sejumlah rangkaian seleksi administrasi dan tes tertulis, berhasil terpilih sepuluh orang kandidat. Mereka menjalani profile assessment yang dilakukan konsultan independen dan tes kesehatan.
Sejak Kamis hingga hari, seluruh kandidat melawati wawancara langsung. “Pelaksanaan wawancara dilakukan secara terbuka untuk umum,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Menurut Denny, yang juga Ketua Panitia Seleksi, timnya sudah mengumpulkan beragam data sepuluh kandidat. Data itu meliputi hasil tes profile assesment, tes kesehatan, termasuk hasil analisis dari PPATK atas rekening masing-masing kandidat dan keluarga intinya.
“Seluruh data yang terkumpul akan dilengkapi dengan investigasi rekam jejak dari setiap calon. Tim seleksi turun langsung mencari data ke rumah kandidat, bertanya ke tetangganya, keluarganya dan rekan kerjanya. Pokoknya semua informasi tentang kandidat satu-per satu dikaji dan akan dijadikan dasar informasi pada saat wawancara,” ujar Denny.
Berikut ini data sepuluh kandidat yang dihimpun Panitia Seleksi:
1. Handoyo Sudrajat: Alumni KPK
Menyelesaikan masa tugas di Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun ini, Handoyo Sudrajat menjadi salah satu kandidat yang layak diperhitungkan seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Lelaki kelahiran Magelang pada 22 April 1956 ini memiliki segudang pengalaman.. Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini lama meniti karier kepegawaiannya di BPKP hingga menjabat sebagai Kasubdit di Deputi Investigasi BPKP. Pada tahun 2005, Handoyo memulai karier di KPK.
Di lembaga antirasuah ini, Handoyo dipercaya menjadi Direktur Pengaduan Masyarakat, yang tiga tahun kemudian dipromosikan sebagai Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK. Dipercaya selama delapan tahun di lembaga antirasuah setidaknya menunjukkan bahwa kinerja dan integritasnya tidak perlu diragukan.
Dalam upaya pembenahan pemasyarakatan, ada tiga solusi yang diajukan Handoyo, yaitu: 1) review regulasi dan SOP yang dapat memiliki dampak dari hulu sampai hilir permasalahan, 2) manajemen sumber daya manusia dari mulai rekrutmen, pembinaan, pengembangan sampai dengan pensiun, dan 3) perbaikan sarana dan prasarana.
Handoyo dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan pekerja keras. Oleh bawahannya ia dikenal sebagai pemimpin yang selalu ikut terjun ke lapangan. “Pak Handoyo selalu mendampingi anak buah kalau turun di lapangan. Bukan berarti tidak percaya anak buah, tetapi beliau ingin menunjukkan bahwa beliau pun siap menghadapi resiko,” kata mantan bawahannya.
Dari LHKPN per Mei 2010, harta kekayaan Handoyo yang berupa harta tidak bergerak diketahui sebesar Rp 214.652.000 berupa tanah dan bangunan di Jakarta Timur. Sedangkan harta bergerak berupa dua buah mobil dan lain-lain sebesar Rp 396.343.013. Setelah dikurangi hutang sebesar Rp 250 juta, total kekayaan Handoyo per Mei 2010 sebesar Rp 360.995.013.
2. Gunarso: Kenyang Beragam Tugas
Berangkat dengan jabatan Inspektur Wilayah I, Gunarso maju mengikuti seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Lulusan Akademi Ilmu Pemasyarakatan tahun 1980 ini lahir di Purworejo, 23 September 1958, ini sebelumnya sudah memiliki beragam pengalaman.
Memulai karier dari bawah sebagai Kasubsi Keamanan Lapas Bekasi, Kepala Pengamanan LP Bekasi, Karutan Klungkung, Kalapas Kalianda dan Pati, Kabid Pas di Sumbar dan Yogyakarta, hingga Kadivpas di Papua, Maluku Utara dan Kalimantan Timur.
Seorang anak buahnya mengatakan Gunarso adalah sosok pimpinan yang mau mendengar masukan bawahan, sering turun di lapangan bahkan sampai malam hari dan bisa mensolidkan personil di Unit Pelaksana Teknis. “Pak Gunarso integritasnya cukup bagus, sederhana dan tidak neko-neko, serta pembawaannya tenang,” katanya.
Dalam LHKPN tanggal 10 Januari 2012, ayah dari Dyah Retno Dewati ini total memiliki kekayaan Rp 783.955.709 dengan rincian harta tidak bergerak Rp 501.150.000, harta bergerak Rp 212.000.000, uang tunai, deposito, giro, tabungan dan setara kas Rp 70.805.709.
3. Y. Ambeg Paramarta: Kandidat Termuda dengan Segudang Pengalaman
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkumham ini bersama Adrianus Meliala menjadi peserta seleksi calon termuda dengan usia 48 tahun. Lelaki kelahiran Yogyakarta, 22 Maret 1965, ini memulai karier pada 1988 sebagai staf. Jabatan struktural pertamanya sebagai Kasubag Penyusunan Program dan Pelaporan.
Kemampuannya yang cukup mumpuni menjadikan karier Ambeg melesat. Setelah 2 kali menjadi Kepala Divisi Administrasi di Kanwil Lampung dan Jawa Barat, di tahun 2006 Jabatan Kepala Biro Perencanaan dipercayakan kepada Ambeg. Selanjutnya Ambeg kembali ke Ditjen Pemasyarakatan sebagai Direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kakanwil Sulawei Utara dan Kakanwil Jawa Timur.
Ambeg juga memiliki banyak pengalaman di berbagai forum level internasional. Selain berpartisipasi dalam berbagai konferensi, workshop dan study visit, Ambeg pernah menempuh Australian Correctional Leadership Program. Suami Nuni Suryani ini, yang juga PNS di Kemenkumham, meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Ngurah Rai Bali dan Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.
Banyak makan asam garam di bidang perencanaan membuat Ambeg memiliki banyak sentuhan program terobosan. “Pak Ambeg itu penguasaan teorinya bagus sekali, gila kerja, bisa menjadi panutan bagi bawahan dan menjadi inisiator program pembebasan bersyarat online,” ucap salah seorang mantan bawahannya.
Dalam LHKPN tanggal 12 Desember 2011, Ambeg memiliki total harta kekayaan Rp 2.335.070.692. dan US$ 20.267. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp 1.258.160.000, harta bergerak Rp 690.000.000, Giro dan setara kas Rp 386.910.692 dan US$ 20.267.
4. Rusdianto: Tak Sungkan Membersihkan WC
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Rusdianto maju dengan pengalaman yang luas di bidang pemasyarakatan dan hak asasi manusia. Sebab, selain menjabat Direktur Akademi Ilmu Pemasyarakatan, pria kelahiran 31 Oktober 1955 di Tulungagung ini pernah dipercaya sebagai Direktur Bina HAM (2007) dan Direktur Penguatan HAM (2008).
Sebelum hijrah ke Jakarta, Rusdianto menjabat sebagai Kakanwil Gorotalo dan Yogyakarta. Instingnya sebagai pengajar di AKIP, menjadikan Rusdi kerap berbicara sebagai narasumber di acara seminar, lokakarya dan pelatihan. Bahkan ketika menjabat Kakanwil DIY, Rusdianto pernah memberikan kuliah umum tentang HAM di FISIP UGM.
Pria yang gemar berkopiah ini merupakan jebolan AKIP, Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan sedang menempuh pendidikan magister hukum di UGM Yogyakarta. Rusdianto termasuk gemar berorganisasi, di antaranya sebagai Ketua OSIS SMP Negeri II Purwokerto 1970-1971 dan Ketua Senat AKIP tahun 1976-1978.
Kehadiran Rusdianto membawa kesan positif bagi mantan anak buahnya di Kanwil Gorontalo. “Pak Rusdi, sangat peduli dengan kebersihan. Pernah suatu ketika karena toilet kantor kotor, Pak Rusdi sendiri yang membersihkan karena bagian umum dinilai tidak segera membersihkan,” kenang salah satu mantan anak buahnya.
Dalam LHKPN tanggal 17 September 2012, Rusdianto tercatat memiliki total harta kekayaan Rp 1.009.529.098. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp 740.043.000, harta bergerak Rp 7.500.000, harta bergerak lainnya Rp 120.225.000, giro dan setara kas Rp 231.035.261.
5. Mohammad Ghazalie: Eselon I Tapi Tak Punya Mobil
Muhammad Ghazalie maju dalam seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan modal kesederhanaan hidup. Staf Ahli Bidang Hukum Sekretariat Jenderal Wantanas ini hingga sekarang belum memiliki kendaraan pribadi.
Wisudawan terbaik Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) tahun 1982 ini dilahirkan di Banda Aceh pada 14 Maret 1957. Mengawali karier di Kementerian Hukum dan HAM, pada tahun 2009 Ghazalie mulai diperbantukan pada Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas).
Pria peraih gelar Doktor di bidang Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta ini menawarkan beberapa program untuk upaya pembenahan pemasyarakatan, antara lain, perbaikan regulasi, penempatan narapidana kasus korupsi, narkoba dan teroris pada Lapas super maximum security agar dapat memutus jaringan dengan sindikat mereka. Selain itu, peningkatan kapasitas dan integritas petugas Lapas/Rutan merupakan hal penting, di samping peningkatan kerjasama lintas sektoral dengan lembaga lain.
Suami dari Suwarni Hidayati ini sangat produktif di kantor dan mampu menyelesaikan tugas sesuai target, sehingga di Wantanas mendapat apresiasi untuk dipromosikan menjadi pejabat eselon I. Selain itu, Ghazalie juga merupakan pribadi yang sederhana. ”Pak Ghazalie itu sangat sederhana, bahkan dia tidak punya harta yang menonjol,” kata salah satu pejabat di Wantanas.
Berdasarkan data LHKPN per Oktober 2012, harta bergerak yang dimiliki oleh Ghazalie sebesar Rp 140 juta berupa tanah dan bangunan di Tangerang Banten. Selain itu juga dua buah sepeda motor senilai Rp 22 juta, serta harta lain-lain berupa perhiasan dan tabungan senilai Rp 190 juta.
6. Ma’mun: Tidak Pelit Ilmu
Kepala Kanwil Kemenkuhmam Kalimantan Selatan ini dilahirkan di Teluk Betung pada 12 Desember 1957. Lulusan terbaik Akademi Ilmu Pemasyarakatan tahun 1980 ini memiliki pengalaman panjang sebagai Kepala Lapas/Rutan. Termasuk, menjadi Kalapas Klas I Bandar Lampung yang pada waktu itu menjadi juara I Lapas Klas I Terbaik.
Sosok yang kebapakan dan bersahaja ini sangat dekat dengan bawahan. Tak sungkan untuk berbagi ilmu dan pengalaman terbukti sangat membantu bawahan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi di lapangan. ”Bapak orangnya ramah dan tidak pernah marah,” kata salah satu pegawai di Kanwil Kalsel. ”Beliau juga sangat mendukung anak buah untuk maju, tidak membeda-bedakan antara alumni AKIP dan non-AKIP,” lanjut pegawai tersebut.
Untuk pembenahan pemasyarakatan ke depan, alumnus S2 hukum dari Universitas Krisnadwipayana Jakarta ini mengusung program perubahan struktur organisasi dan optimalisasi fungsi UPT. Selain itu juga peningkatan SDM petugas melalui pemantapan pre-service training/in-service training, diklat teknis, pola karier, juga evaluasi remunerasi. Karenanya perlu mengubah postur anggaran UPT Pemasyarakatan agar sejalan dengan postur anggaran Divisi Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, serta indikator kinerjanya mengacu kepada indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Berdasarkan LHKPN yang disampaikan ke KPK pada Juni 2013, Ma’mun memiliki harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Sragen Jawa Tengah senilai Rp 125 juta. Sedangkan harta bergerak dari yang bersangkutan berupa mobil dan sepeda motor senilai Rp 125 juta.
7. I Wayan Sukerta: Jagoan Lapangan
I Wayan Sukerta maju bersaing dengan modal dengan pengalaman enam kali sebagai kalapas. Bapak dua anak kelahiran Tabanan, 24 April 1956 ini kenyang seluk beluk persoalan di pemasyarakatan. Wayan memang pernah dipercaya memimpin Kalapas IIB Takalar, Karutan Klas I Makasar, Kalapas Klas IIA Bogor dan selanjutnya tiga kali memimpin Lapas Klas IA di Madiun, Malang dan Cipinang.
Tahun 2011, suami Herly Ermawati Siregar (PNS di Pengadilan Negeri Bogor) ini dipercaya menjadi Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Ketika menjabat Kakanwil Sulawesi Utara, pernah mendapat penilaian sebagai Kanwil Terbaik Ketiga di tahun 2012. Ini adalah penghargaan kedua Wayan setelah di tahun 2007 meraih predikat Lapas Terbaik dalam bidang perawatan, pelayanan narapidana dan tahanan pada Lapas Klas IIA Bogor.
Kakanwil Sumatera Utara yang baru dilantik ini mengenyam empat kali bangku kuliah, yaitu Diploma AKIP, Sarjana di STIA LAN, Sarjana di Universitas Satria Makasar, dan Magister di Universitas Muslim Makasar. Uniknya, Wayan adalah lulusan Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial yang bidang ilmunya relatif dekat dengan tugas dan fungsi pemasyarakatan.
Sebagai pimpinan, Wayan dinilai memiliki inovasi. “Saat saya melakukan pemeriksaan, Lapas yang dipimpin Wayan membuat ‘dispenser’ buatan sendiri dengan memasukkan pemanas ke dalam tempat air besar agar WBP tidak memanaskan air sendiri dengan membakar kaos,” ucap salah seorang auditor Inspektorat Jenderal.
Orang terdekat Wayan juga memiliki kenangan tersendiri. “Semasa menjabat Kalapas Rutan, Wayan tidak kembali ke rumah dulu sebelum mengunjungi blok napi,” ujar istri Wayan.
Dalam LHKPN tanggal 8 Mei 2012, Wayan memiliki total kekayaan Rp. 1.573.802.083. Dengan rincian harta tidak bergerak Rp. 714.689.000. harta bergerak Rp. 229.000.000, harta bergerak lainnya Rp. 103.000.000, giro dan setara kas Rp. 527.113.083.
8. F. Haru Tamtomo: Pejabat Peduli Bawahan
F. Haru Tamtomo dikenal sebagai pribadi yang bersahaja dan pekerja keras. Lelaki kelahiran Bandung, 12 Februari 1959, ini memiliki prinsip bahwa integritas merupakan modal dasar untuk membangun pemasyarakatan yang lebih bermartabat ini merupakan sosok yang berpengalaman menangani rutan/lapas.
Sosok yang baru saja menjabat Kepala Kanwil Sulawesi Selatan ini memiliki perhatian bagi upaya pembenahan Pemasyarakatan. Dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Narkoba misalnya, Haru memiliki resep untuk memisahkan secara ketat antara bandar/pengedar dengan pecandu, selain itu juga memprioritaskan rehabilitasi bagi pecandu karena tempat mereka seharusnya di panti rehabilitasi dan bukan di penjara. Selain itu dalam rangka pengawasan, perlu memanfaatkan teknologi.
Di kantor, Haru dinilai bawahannya sebagai sosok yang ramah dan terbuka. Tak jarang Haru mendatangi ruangan bawahan untuk sekedar berdiskusi. Model kerja yang demikian dinilai baik dalam rangka menumbuhkan semangat dan rasa memiliki seluruh pegawai untuk memajukan organisasi. Bawahan pun mengaku nyaman bekerja dengannya.
”Pak Haru itu kalo terima honor langsung disetorkan ke bendahara untuk ditabung dan digunakan untuk keperluan kantor, misal untuk menjamu tamu atau untuk acara perpisahan pegawai,” kata salah satu pegawai Kanwil Bengkulu.
Bedasarkan data LHKPN, per Desember 2011, total harta yang dimiliki Haru sebesar Rp 404.368.080, yang terdiri dari harta bergerak berupa mobil senilai Rp 135.000.000 serta harta berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp 256.258.080. Di samping itu ada harta bergerak lainnya senilai Rp 13.110.000.
9. Yon Suharyono: Sukses Menertibkan Tanjung Gusta
Yon Suharyono memiliki kepiawaian menertibkan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Sumatera Utara yang terkenal keras karena banyak menampung narapidana eks Gerakan Aceh Merdeka.
Kepala Kantor Wilayah Bengkulu yang lahir di Cirebon pada 11 Agustus 1956 ini pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Teknik BPSDM Kemenkumham dan Kadiv Pemasyarakatan Kalsel.
Ketua Senat AKIP 1979/1980 ini pernah menjadikan Lapas Ciamis meraih penghargaan dari Menkumham karena berhasil menerapkan program “Bebas Peredaran Uang” ketika menjabat sebagai Kalapas. Soal penugasan ke luar negeri, Yon tercatat pernah menyambangi Australia (2008) dan Malaysia (2009).
Sosok Yon Suharyono dianggap cukup bersih oleh bawahnnya. “Pak Yon, mengenai keuangan cenderung bersih, hati-hati, bahkan terkesan takut dalam pengelolaan keuangan. Pokoknya tertib, sesuai peraturan,” ujar salah seorang mantan stafnya. Selain itu, bapak tiga anak ini juga dianggap penyabar. “Ketika bawahan melakukan kesalahan, tidak langsung marah, tetapi bersama-sama mencari solusi, ketika solusi sudah dicapai, suasana kerja berjalan seperti biasanya,” kata salah seorang pejabat BPSDM Kemenkumham.
Dalam makalahnya, Yon menceritakan pengalamannya ketika menangani ancaman kerusuhan yang dimotori kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan. Informasi yang beredar, kerusuhan akan berlangsung selepas sholat idul adha. Pukul 05.30, Yon diam-diam memanggil salah satu pimpinan GAM tersebut dan berbicara empat mata di masjid. Dengan pendekatan persuasif, rencana membuat kerusuhan yang sedianya dilakukan akhirnya berhasil dibatalkan.
Terkait harta kekayaan, dalam LHKPN tanggal 12 November 2011, total kekayaan Yon sebesar Rp. 1.701.559.053. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp. 480.811.818, harta bergerak Rp. 386.000, surat berharga (asuransi) Rp. 230.722.800, giro dan setara kas Rp. 604.024.435.
10. Adrianus Meliala: Dari Kompolnas ke Pemasyarakatan
Adrianus Meliala bersiap meninggalkan jabatan sebagai anggota Komisi Kepolisian Nasional dan mengadu peruntungan menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pria kelahiran Sungai Liat, Pulau Bangka, 28 September 1966, ini sebenarnya bukan sosok asing bagi kalangan pemasyarakatan. Selain menjadi pengajar di Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Adrianus juga pernah ditunjuk Menteri Hukum dan HAM menjadi Ketua Balai Pertimbangan Pemasyarakatan pada tahun 2009.
Meraih gelar Sarjana Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Master Psikologi Sosial dari UI, Master Psikologi Kriminal dari The Manchester Metropolitan University dengan beasiswa British Chevening, serta Doktor Kriminologi dari University of Queensland dengan beasiswa Australian Awards Scholarship, Adrianus melengkapi prestasi gemilang di bidang akademik dengan status guru besar di usia 34 tahun.
Sederet penghargaan memang berulang kali mampir ke suami Rosari Ginting ini. Di antaranya, dosen terbaik PTIK 2001-2006, dosen terproduktif Departemen Kriminologi Fisip UI 2004, Australian Alumni Award Winner 2010, Winner of MFAT New Zealand Awards 2006, dan Winner of European Union Visitor Awards 2006.
“Pak Adrianus merupakan orang yang tegas, tetapi pembawaannya santai dan tidak terlalu birokratis,” ujar salah seorang staf di Akademi Ilmu Pemasyarakatan. “Pak Adrianus adalah sosok yang jujur, tegas dan berani dalam mengambil keputusan, disiplin waktu, tidak suka menunda pekerjaan, dan melek teknologi,” kata salah satu rekan kerjanya di FISIP UI.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2013, Adrianus tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp. 2.702.265.000 dan US$ 5.500 dengan rincian harta tidak bergerak Rp. 1.812.265.000, harta bergerak Rp. 295.000.000, surat berharga Rp. 607.000.000, uang tunai, deposito, giro, tabungan dan setara kas Rp. 90.000.000 dan US$ 500, serta piutang Rp. 805.000.000 dan US$ 5.000. Adrianus juga tercatat memiliki utang Rp. 897.000.000.
By: Rangga.
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi tengah menggelar hajatan besar mencari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Setelah melalui sejumlah rangkaian seleksi administrasi dan tes tertulis, berhasil terpilih sepuluh orang kandidat. Mereka menjalani profile assessment yang dilakukan konsultan independen dan tes kesehatan.
Sejak Kamis hingga hari, seluruh kandidat melawati wawancara langsung. “Pelaksanaan wawancara dilakukan secara terbuka untuk umum,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Menurut Denny, yang juga Ketua Panitia Seleksi, timnya sudah mengumpulkan beragam data sepuluh kandidat. Data itu meliputi hasil tes profile assesment, tes kesehatan, termasuk hasil analisis dari PPATK atas rekening masing-masing kandidat dan keluarga intinya.
“Seluruh data yang terkumpul akan dilengkapi dengan investigasi rekam jejak dari setiap calon. Tim seleksi turun langsung mencari data ke rumah kandidat, bertanya ke tetangganya, keluarganya dan rekan kerjanya. Pokoknya semua informasi tentang kandidat satu-per satu dikaji dan akan dijadikan dasar informasi pada saat wawancara,” ujar Denny.
Berikut ini data sepuluh kandidat yang dihimpun Panitia Seleksi:
1. Handoyo Sudrajat: Alumni KPK
Menyelesaikan masa tugas di Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun ini, Handoyo Sudrajat menjadi salah satu kandidat yang layak diperhitungkan seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Lelaki kelahiran Magelang pada 22 April 1956 ini memiliki segudang pengalaman.. Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini lama meniti karier kepegawaiannya di BPKP hingga menjabat sebagai Kasubdit di Deputi Investigasi BPKP. Pada tahun 2005, Handoyo memulai karier di KPK.
Di lembaga antirasuah ini, Handoyo dipercaya menjadi Direktur Pengaduan Masyarakat, yang tiga tahun kemudian dipromosikan sebagai Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK. Dipercaya selama delapan tahun di lembaga antirasuah setidaknya menunjukkan bahwa kinerja dan integritasnya tidak perlu diragukan.
Dalam upaya pembenahan pemasyarakatan, ada tiga solusi yang diajukan Handoyo, yaitu: 1) review regulasi dan SOP yang dapat memiliki dampak dari hulu sampai hilir permasalahan, 2) manajemen sumber daya manusia dari mulai rekrutmen, pembinaan, pengembangan sampai dengan pensiun, dan 3) perbaikan sarana dan prasarana.
Handoyo dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan pekerja keras. Oleh bawahannya ia dikenal sebagai pemimpin yang selalu ikut terjun ke lapangan. “Pak Handoyo selalu mendampingi anak buah kalau turun di lapangan. Bukan berarti tidak percaya anak buah, tetapi beliau ingin menunjukkan bahwa beliau pun siap menghadapi resiko,” kata mantan bawahannya.
Dari LHKPN per Mei 2010, harta kekayaan Handoyo yang berupa harta tidak bergerak diketahui sebesar Rp 214.652.000 berupa tanah dan bangunan di Jakarta Timur. Sedangkan harta bergerak berupa dua buah mobil dan lain-lain sebesar Rp 396.343.013. Setelah dikurangi hutang sebesar Rp 250 juta, total kekayaan Handoyo per Mei 2010 sebesar Rp 360.995.013.
2. Gunarso: Kenyang Beragam Tugas
Berangkat dengan jabatan Inspektur Wilayah I, Gunarso maju mengikuti seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Lulusan Akademi Ilmu Pemasyarakatan tahun 1980 ini lahir di Purworejo, 23 September 1958, ini sebelumnya sudah memiliki beragam pengalaman.
Memulai karier dari bawah sebagai Kasubsi Keamanan Lapas Bekasi, Kepala Pengamanan LP Bekasi, Karutan Klungkung, Kalapas Kalianda dan Pati, Kabid Pas di Sumbar dan Yogyakarta, hingga Kadivpas di Papua, Maluku Utara dan Kalimantan Timur.
Seorang anak buahnya mengatakan Gunarso adalah sosok pimpinan yang mau mendengar masukan bawahan, sering turun di lapangan bahkan sampai malam hari dan bisa mensolidkan personil di Unit Pelaksana Teknis. “Pak Gunarso integritasnya cukup bagus, sederhana dan tidak neko-neko, serta pembawaannya tenang,” katanya.
Dalam LHKPN tanggal 10 Januari 2012, ayah dari Dyah Retno Dewati ini total memiliki kekayaan Rp 783.955.709 dengan rincian harta tidak bergerak Rp 501.150.000, harta bergerak Rp 212.000.000, uang tunai, deposito, giro, tabungan dan setara kas Rp 70.805.709.
3. Y. Ambeg Paramarta: Kandidat Termuda dengan Segudang Pengalaman
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkumham ini bersama Adrianus Meliala menjadi peserta seleksi calon termuda dengan usia 48 tahun. Lelaki kelahiran Yogyakarta, 22 Maret 1965, ini memulai karier pada 1988 sebagai staf. Jabatan struktural pertamanya sebagai Kasubag Penyusunan Program dan Pelaporan.
Kemampuannya yang cukup mumpuni menjadikan karier Ambeg melesat. Setelah 2 kali menjadi Kepala Divisi Administrasi di Kanwil Lampung dan Jawa Barat, di tahun 2006 Jabatan Kepala Biro Perencanaan dipercayakan kepada Ambeg. Selanjutnya Ambeg kembali ke Ditjen Pemasyarakatan sebagai Direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kakanwil Sulawei Utara dan Kakanwil Jawa Timur.
Ambeg juga memiliki banyak pengalaman di berbagai forum level internasional. Selain berpartisipasi dalam berbagai konferensi, workshop dan study visit, Ambeg pernah menempuh Australian Correctional Leadership Program. Suami Nuni Suryani ini, yang juga PNS di Kemenkumham, meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Ngurah Rai Bali dan Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.
Banyak makan asam garam di bidang perencanaan membuat Ambeg memiliki banyak sentuhan program terobosan. “Pak Ambeg itu penguasaan teorinya bagus sekali, gila kerja, bisa menjadi panutan bagi bawahan dan menjadi inisiator program pembebasan bersyarat online,” ucap salah seorang mantan bawahannya.
Dalam LHKPN tanggal 12 Desember 2011, Ambeg memiliki total harta kekayaan Rp 2.335.070.692. dan US$ 20.267. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp 1.258.160.000, harta bergerak Rp 690.000.000, Giro dan setara kas Rp 386.910.692 dan US$ 20.267.
4. Rusdianto: Tak Sungkan Membersihkan WC
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Rusdianto maju dengan pengalaman yang luas di bidang pemasyarakatan dan hak asasi manusia. Sebab, selain menjabat Direktur Akademi Ilmu Pemasyarakatan, pria kelahiran 31 Oktober 1955 di Tulungagung ini pernah dipercaya sebagai Direktur Bina HAM (2007) dan Direktur Penguatan HAM (2008).
Sebelum hijrah ke Jakarta, Rusdianto menjabat sebagai Kakanwil Gorotalo dan Yogyakarta. Instingnya sebagai pengajar di AKIP, menjadikan Rusdi kerap berbicara sebagai narasumber di acara seminar, lokakarya dan pelatihan. Bahkan ketika menjabat Kakanwil DIY, Rusdianto pernah memberikan kuliah umum tentang HAM di FISIP UGM.
Pria yang gemar berkopiah ini merupakan jebolan AKIP, Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan sedang menempuh pendidikan magister hukum di UGM Yogyakarta. Rusdianto termasuk gemar berorganisasi, di antaranya sebagai Ketua OSIS SMP Negeri II Purwokerto 1970-1971 dan Ketua Senat AKIP tahun 1976-1978.
Kehadiran Rusdianto membawa kesan positif bagi mantan anak buahnya di Kanwil Gorontalo. “Pak Rusdi, sangat peduli dengan kebersihan. Pernah suatu ketika karena toilet kantor kotor, Pak Rusdi sendiri yang membersihkan karena bagian umum dinilai tidak segera membersihkan,” kenang salah satu mantan anak buahnya.
Dalam LHKPN tanggal 17 September 2012, Rusdianto tercatat memiliki total harta kekayaan Rp 1.009.529.098. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp 740.043.000, harta bergerak Rp 7.500.000, harta bergerak lainnya Rp 120.225.000, giro dan setara kas Rp 231.035.261.
5. Mohammad Ghazalie: Eselon I Tapi Tak Punya Mobil
Muhammad Ghazalie maju dalam seleksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan modal kesederhanaan hidup. Staf Ahli Bidang Hukum Sekretariat Jenderal Wantanas ini hingga sekarang belum memiliki kendaraan pribadi.
Wisudawan terbaik Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) tahun 1982 ini dilahirkan di Banda Aceh pada 14 Maret 1957. Mengawali karier di Kementerian Hukum dan HAM, pada tahun 2009 Ghazalie mulai diperbantukan pada Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas).
Pria peraih gelar Doktor di bidang Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta ini menawarkan beberapa program untuk upaya pembenahan pemasyarakatan, antara lain, perbaikan regulasi, penempatan narapidana kasus korupsi, narkoba dan teroris pada Lapas super maximum security agar dapat memutus jaringan dengan sindikat mereka. Selain itu, peningkatan kapasitas dan integritas petugas Lapas/Rutan merupakan hal penting, di samping peningkatan kerjasama lintas sektoral dengan lembaga lain.
Suami dari Suwarni Hidayati ini sangat produktif di kantor dan mampu menyelesaikan tugas sesuai target, sehingga di Wantanas mendapat apresiasi untuk dipromosikan menjadi pejabat eselon I. Selain itu, Ghazalie juga merupakan pribadi yang sederhana. ”Pak Ghazalie itu sangat sederhana, bahkan dia tidak punya harta yang menonjol,” kata salah satu pejabat di Wantanas.
Berdasarkan data LHKPN per Oktober 2012, harta bergerak yang dimiliki oleh Ghazalie sebesar Rp 140 juta berupa tanah dan bangunan di Tangerang Banten. Selain itu juga dua buah sepeda motor senilai Rp 22 juta, serta harta lain-lain berupa perhiasan dan tabungan senilai Rp 190 juta.
6. Ma’mun: Tidak Pelit Ilmu
Kepala Kanwil Kemenkuhmam Kalimantan Selatan ini dilahirkan di Teluk Betung pada 12 Desember 1957. Lulusan terbaik Akademi Ilmu Pemasyarakatan tahun 1980 ini memiliki pengalaman panjang sebagai Kepala Lapas/Rutan. Termasuk, menjadi Kalapas Klas I Bandar Lampung yang pada waktu itu menjadi juara I Lapas Klas I Terbaik.
Sosok yang kebapakan dan bersahaja ini sangat dekat dengan bawahan. Tak sungkan untuk berbagi ilmu dan pengalaman terbukti sangat membantu bawahan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi di lapangan. ”Bapak orangnya ramah dan tidak pernah marah,” kata salah satu pegawai di Kanwil Kalsel. ”Beliau juga sangat mendukung anak buah untuk maju, tidak membeda-bedakan antara alumni AKIP dan non-AKIP,” lanjut pegawai tersebut.
Untuk pembenahan pemasyarakatan ke depan, alumnus S2 hukum dari Universitas Krisnadwipayana Jakarta ini mengusung program perubahan struktur organisasi dan optimalisasi fungsi UPT. Selain itu juga peningkatan SDM petugas melalui pemantapan pre-service training/in-service training, diklat teknis, pola karier, juga evaluasi remunerasi. Karenanya perlu mengubah postur anggaran UPT Pemasyarakatan agar sejalan dengan postur anggaran Divisi Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, serta indikator kinerjanya mengacu kepada indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Berdasarkan LHKPN yang disampaikan ke KPK pada Juni 2013, Ma’mun memiliki harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Sragen Jawa Tengah senilai Rp 125 juta. Sedangkan harta bergerak dari yang bersangkutan berupa mobil dan sepeda motor senilai Rp 125 juta.
7. I Wayan Sukerta: Jagoan Lapangan
I Wayan Sukerta maju bersaing dengan modal dengan pengalaman enam kali sebagai kalapas. Bapak dua anak kelahiran Tabanan, 24 April 1956 ini kenyang seluk beluk persoalan di pemasyarakatan. Wayan memang pernah dipercaya memimpin Kalapas IIB Takalar, Karutan Klas I Makasar, Kalapas Klas IIA Bogor dan selanjutnya tiga kali memimpin Lapas Klas IA di Madiun, Malang dan Cipinang.
Tahun 2011, suami Herly Ermawati Siregar (PNS di Pengadilan Negeri Bogor) ini dipercaya menjadi Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Ketika menjabat Kakanwil Sulawesi Utara, pernah mendapat penilaian sebagai Kanwil Terbaik Ketiga di tahun 2012. Ini adalah penghargaan kedua Wayan setelah di tahun 2007 meraih predikat Lapas Terbaik dalam bidang perawatan, pelayanan narapidana dan tahanan pada Lapas Klas IIA Bogor.
Kakanwil Sumatera Utara yang baru dilantik ini mengenyam empat kali bangku kuliah, yaitu Diploma AKIP, Sarjana di STIA LAN, Sarjana di Universitas Satria Makasar, dan Magister di Universitas Muslim Makasar. Uniknya, Wayan adalah lulusan Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial yang bidang ilmunya relatif dekat dengan tugas dan fungsi pemasyarakatan.
Sebagai pimpinan, Wayan dinilai memiliki inovasi. “Saat saya melakukan pemeriksaan, Lapas yang dipimpin Wayan membuat ‘dispenser’ buatan sendiri dengan memasukkan pemanas ke dalam tempat air besar agar WBP tidak memanaskan air sendiri dengan membakar kaos,” ucap salah seorang auditor Inspektorat Jenderal.
Orang terdekat Wayan juga memiliki kenangan tersendiri. “Semasa menjabat Kalapas Rutan, Wayan tidak kembali ke rumah dulu sebelum mengunjungi blok napi,” ujar istri Wayan.
Dalam LHKPN tanggal 8 Mei 2012, Wayan memiliki total kekayaan Rp. 1.573.802.083. Dengan rincian harta tidak bergerak Rp. 714.689.000. harta bergerak Rp. 229.000.000, harta bergerak lainnya Rp. 103.000.000, giro dan setara kas Rp. 527.113.083.
8. F. Haru Tamtomo: Pejabat Peduli Bawahan
F. Haru Tamtomo dikenal sebagai pribadi yang bersahaja dan pekerja keras. Lelaki kelahiran Bandung, 12 Februari 1959, ini memiliki prinsip bahwa integritas merupakan modal dasar untuk membangun pemasyarakatan yang lebih bermartabat ini merupakan sosok yang berpengalaman menangani rutan/lapas.
Sosok yang baru saja menjabat Kepala Kanwil Sulawesi Selatan ini memiliki perhatian bagi upaya pembenahan Pemasyarakatan. Dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Narkoba misalnya, Haru memiliki resep untuk memisahkan secara ketat antara bandar/pengedar dengan pecandu, selain itu juga memprioritaskan rehabilitasi bagi pecandu karena tempat mereka seharusnya di panti rehabilitasi dan bukan di penjara. Selain itu dalam rangka pengawasan, perlu memanfaatkan teknologi.
Di kantor, Haru dinilai bawahannya sebagai sosok yang ramah dan terbuka. Tak jarang Haru mendatangi ruangan bawahan untuk sekedar berdiskusi. Model kerja yang demikian dinilai baik dalam rangka menumbuhkan semangat dan rasa memiliki seluruh pegawai untuk memajukan organisasi. Bawahan pun mengaku nyaman bekerja dengannya.
”Pak Haru itu kalo terima honor langsung disetorkan ke bendahara untuk ditabung dan digunakan untuk keperluan kantor, misal untuk menjamu tamu atau untuk acara perpisahan pegawai,” kata salah satu pegawai Kanwil Bengkulu.
Bedasarkan data LHKPN, per Desember 2011, total harta yang dimiliki Haru sebesar Rp 404.368.080, yang terdiri dari harta bergerak berupa mobil senilai Rp 135.000.000 serta harta berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp 256.258.080. Di samping itu ada harta bergerak lainnya senilai Rp 13.110.000.
9. Yon Suharyono: Sukses Menertibkan Tanjung Gusta
Yon Suharyono memiliki kepiawaian menertibkan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Sumatera Utara yang terkenal keras karena banyak menampung narapidana eks Gerakan Aceh Merdeka.
Kepala Kantor Wilayah Bengkulu yang lahir di Cirebon pada 11 Agustus 1956 ini pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Teknik BPSDM Kemenkumham dan Kadiv Pemasyarakatan Kalsel.
Ketua Senat AKIP 1979/1980 ini pernah menjadikan Lapas Ciamis meraih penghargaan dari Menkumham karena berhasil menerapkan program “Bebas Peredaran Uang” ketika menjabat sebagai Kalapas. Soal penugasan ke luar negeri, Yon tercatat pernah menyambangi Australia (2008) dan Malaysia (2009).
Sosok Yon Suharyono dianggap cukup bersih oleh bawahnnya. “Pak Yon, mengenai keuangan cenderung bersih, hati-hati, bahkan terkesan takut dalam pengelolaan keuangan. Pokoknya tertib, sesuai peraturan,” ujar salah seorang mantan stafnya. Selain itu, bapak tiga anak ini juga dianggap penyabar. “Ketika bawahan melakukan kesalahan, tidak langsung marah, tetapi bersama-sama mencari solusi, ketika solusi sudah dicapai, suasana kerja berjalan seperti biasanya,” kata salah seorang pejabat BPSDM Kemenkumham.
Dalam makalahnya, Yon menceritakan pengalamannya ketika menangani ancaman kerusuhan yang dimotori kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan. Informasi yang beredar, kerusuhan akan berlangsung selepas sholat idul adha. Pukul 05.30, Yon diam-diam memanggil salah satu pimpinan GAM tersebut dan berbicara empat mata di masjid. Dengan pendekatan persuasif, rencana membuat kerusuhan yang sedianya dilakukan akhirnya berhasil dibatalkan.
Terkait harta kekayaan, dalam LHKPN tanggal 12 November 2011, total kekayaan Yon sebesar Rp. 1.701.559.053. Rinciannya, harta tidak bergerak Rp. 480.811.818, harta bergerak Rp. 386.000, surat berharga (asuransi) Rp. 230.722.800, giro dan setara kas Rp. 604.024.435.
10. Adrianus Meliala: Dari Kompolnas ke Pemasyarakatan
Adrianus Meliala bersiap meninggalkan jabatan sebagai anggota Komisi Kepolisian Nasional dan mengadu peruntungan menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pria kelahiran Sungai Liat, Pulau Bangka, 28 September 1966, ini sebenarnya bukan sosok asing bagi kalangan pemasyarakatan. Selain menjadi pengajar di Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Adrianus juga pernah ditunjuk Menteri Hukum dan HAM menjadi Ketua Balai Pertimbangan Pemasyarakatan pada tahun 2009.
Meraih gelar Sarjana Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Master Psikologi Sosial dari UI, Master Psikologi Kriminal dari The Manchester Metropolitan University dengan beasiswa British Chevening, serta Doktor Kriminologi dari University of Queensland dengan beasiswa Australian Awards Scholarship, Adrianus melengkapi prestasi gemilang di bidang akademik dengan status guru besar di usia 34 tahun.
Sederet penghargaan memang berulang kali mampir ke suami Rosari Ginting ini. Di antaranya, dosen terbaik PTIK 2001-2006, dosen terproduktif Departemen Kriminologi Fisip UI 2004, Australian Alumni Award Winner 2010, Winner of MFAT New Zealand Awards 2006, dan Winner of European Union Visitor Awards 2006.
“Pak Adrianus merupakan orang yang tegas, tetapi pembawaannya santai dan tidak terlalu birokratis,” ujar salah seorang staf di Akademi Ilmu Pemasyarakatan. “Pak Adrianus adalah sosok yang jujur, tegas dan berani dalam mengambil keputusan, disiplin waktu, tidak suka menunda pekerjaan, dan melek teknologi,” kata salah satu rekan kerjanya di FISIP UI.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2013, Adrianus tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp. 2.702.265.000 dan US$ 5.500 dengan rincian harta tidak bergerak Rp. 1.812.265.000, harta bergerak Rp. 295.000.000, surat berharga Rp. 607.000.000, uang tunai, deposito, giro, tabungan dan setara kas Rp. 90.000.000 dan US$ 500, serta piutang Rp. 805.000.000 dan US$ 5.000. Adrianus juga tercatat memiliki utang Rp. 897.000.000.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !