JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Tommy.
- Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya anggaran perjalanan dinas di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang belum dipertanggungjawabkan. Akibatnya, berpotensi merugikan negara Rp 4,7 miliar.
Hal ini diketahui dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2011 Badan Pemeriksa Keuangan ((IHPS-I 2011 BPK) yang diserahkan ke DPR pada 5 Oktober lalu.
Dalam IHPS tersebut terungkap, pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pada beberapa satker tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 4,75 miliar. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kemenakertrans Tahun 2010 mengungkapkan realisasi perjalanan dinas sebesar Rp 493 miliar atau 88,43 persen dari anggaran sebesar Rp 557,6 miliar.
Dari realisasi perjalanan dinas tersebut, tim melakukan pemeriksaan secara uji petik sebesar Rp 112,66 miliar untuk menguji kepatuhan satker pada peraturan perundangan terkait perjalanan dinas dan eksistensi transaksi pengeluaran belanja perjalanan dinas pada satker di lingkungan Sekretariat Jenderal, Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (PPTK), Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos), Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT), Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi (Balitfo), dan Ditjen Pembinaan Pe-latihan dan Produktivitas (Bi-nalattas).
Rinciannya, Biro Perencanaan Rp 6,6 miliar, Biro Keuangan Rp 16,4 miliar, Biro Hukum Rp 1,4 miliar, Biro Umum Rp 6,4 miliar, Pusat Perencanaan Tenaga Kerja Rp 2,8 miliar, Sekretariat Ditjen PHIJSK 14,5 miliar, Direktorat PKKAD Ditjen PHIJSK Rp 5,2 miliar, dan Dit. PTPP Ditjen P2KT Rp 7,8 miliar.
Selanjutnya adalah Dit. PTT Ditjen P2KT Rp 7,1 miliar, Dit. FPT Ditjen P2KT Rp 6,2 miliar, Dit. PIK Ditjen P2KT Rp 5,2 mi-liar, Pusdatinaker Balitfo Rp 1,5 miliar, Pusdatintrans Balitfo Rp 1,4 miliar, Setditjen Binalattas Rp 6,4 miliar, Dit. Standarisasi Kompetensi Program Pelatihan Ditjen Binalattas Rp 7,59 miliar, Dit. Bina Lembaga Dan Sarana Pelatihan Kerja Ditjen Binalattas Rp 8,9 miliar, Dit. Bina Pemagangan Ditjen Binalattas Rp 3,6 miliar, serta Dit. Produktivitas Ditjen Binalattas Rp 2,9 miliar.
Hasil pemeriksaan atas bukti perjalanan dinas yang diajukan sebagai dokumen pertanggungjawaban (tiket, kuitansi hotel, SPM dan SP2D), penelusuran pada Active Flight Schedule di PT Angkasa Pura II. Hasil konfirmasi pada manifest maskapai penerbangan (Garuda Indonesia, Lion Air, Batavia Air, Merpati Air, dan Sriwijaya Air), dan hasil konfirmasi kepada para pegawai terkait serta pelaksana kegiatan menunjukkan, biaya perjalanan dinas sebesar Rp 4,7 miliar tidak sesuai ketentuan.
Pertama, terdapat pembayaran perjalanan dinas ganda pada Dit. PTKLN dan Disnakertrans Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp 22 juta. Beberapa pegawai telah melakukan perjalanan dinas pada tanggal yang sama tetapi berbeda tujuan dan kegiatan. Permasalahan tersebut ditemukan di Dit. PTKLN dan Disnakertrans Provinsi Kalimantan Tengah.
Bendahara Pengeluaran telah membayar perjalanan tersebut masing-masing sebesar Rp 9.4 juta, dan Rp 12,6 juta berdasarkan bukti kuitansi dan rincian perhitungan biaya perjalanan dinas.
Pemeriksaan terhadap doku-men pertanggungjawaban perjalanan dinas menunjukkan bahwa pembayaran biaya transport luar kota pada Direktorat PTKLN tersebut tanpa disertai bukti pertanggungjawaban.
Selanjutnya hasil konfirmasi kepada pegawai yang melakukan perjalanan dinas ganda pada Direktorat PTKLN mendapatkan hal-hal sebagai berikut.
Dalam Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Perjalanan Dinas, perjalanan dinas dalam rangka kegiatan Implementasi Kebijakan Penempatan TKLN di Purwodadi dan Penyusunan Juknis Penempatan TKI di Kawasan Timar Tengah di Blitar dilaksanakan pada tanggal 5-7 Agustus 2010.
Berdasarkan pengakuan pegawai yang bersangkutan perjalanan dinas ke Blitar dilaksanakan pada tanggal 5-7 Agustus 2010, sedangkan perjalanan dinas ke Purwodadi pada tanggal 18-20 Agustus 2010. Namun demikian, pertanggungjawaban biaya akomodasi/penginapan (kuitansi hotel) di kedua lokasi menunjukkan tanggal yang sama (tanggal 5-7 Agustus 2010). Menurut keterangan pegawai yang bersangkutan, tanggal akomodasi disesuaikan/dibuat sesuai tanggal dalam Surat Perintah Tugas.
Kemudian, biaya transport luar kota tidak disertai bukti pendukung pengeluaran/pertanggungjawaban. Berdasarkan keterangan transport luar kota, kedua perjalanan dinas tersebut dilaksanakan dengan menggunakan kereta api, namun tiket kereta api tidak dipertanggungjawabkan karena tiket telah diserahkan kepada petugas di stasiun setempat.
Pembayaran perjalanan dinas ganda tersebut mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran perjalanan dinas sebesar Rp 16,9 juta, dengan rincian Rp 4,3 juta pada Satker Dit. PTKLN, dan Rp 12,6 juta pada Satker Disnakertrans Provinsi Kalimantan Te-ngah) yang harus disetorkan kembali ke Kas Negara.
Kedua, pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas sebesar Rp 4,7 miliar tidak sesuai bukti perjalanan dinas yang sebenarnya. Dari hasil konfirmasi bukti transport luar kota dengan menggunakan moda transportasi udara kepada maskapai penerbangan terkait (Garuda, Lion Air, Batavia Air, Sriwijaya Air, Merpati Air), dan penelusuran terhadap daftar Active Flight Schedule PT Angkasa Pura II, BPK menemukan sejumlah tiket penerbangan yang digunakan sebagai dasar pembayaran biaya perjalanan dinas bukan merupakan tiket yang valid, sebab tidak sesuai dengan daftar manifest yang dikeluarkan oleh maskapai penerbangan, serta tidak sesuai dengan Active Flight Schedule PT Angkasa Pura II.
Nilai pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas di 18 satker yang tidak sesuai dengan daftar manifest maskapai dan Active Flight Schedule PT Angkasa Pura II adalah sebesar Rp 4,7 miliar. Nilai tersebut mencakup nilai tiket, biaya akomodasi, dan uang harian.
Selanjutnya konfirmasi terkait masalah tersebut kepada satker, baik KPA, PPK, penanggung jawab kegiatan, Bendahara Pengeluaran, dan pegawai yang namanya tercantum dalam dokumen pertanggungjawaban perjalanan dinas menunjukkan, adanya kegiatan perjalanan dinas sebesar Rp 160 juta di enam satker diakui tidak dilaksanakan (fiktif).
Sebagian satker menyatakan, biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan tersebut digunakan untuk biaya operasional satker yang tidak tertampung di anggaran (DIPA), namun satker tidak menunjukkan bukti pendukung kegiatan dimaksud. Terhadap kegiatan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan tersebut, satker bersedia mengembalikan ke kas negara.
Menurut BPK, masalah perjalanan dinas ini telah melanggar Keppres No. 42 Tahun 2002 Pasal 12 ayat (2) dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per 21/PB/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas sebesar Rp 177,77 juta (Rp 160 juta + Rp 4.3 juta + Rp 12.6 juta), dan biaya perjalanan dinas belum di pertanggungjawabkan sesuai ketentuan sebesar Rp 4,57 miliar (Rp 4.56 miliar + Rp 5.8 juta).
Menurut BPK, hal itu disebabkan itikad tidak baik pelaksana kegiatan dalam mempertanggungjawabkan biaya perjalanan dinas, tidak adanya standar biaya khusus terkait perjalan dinas ke kawasan transmigrasi atau daerah terpencil lainnya. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara Pengeluaran tidak cermat dalam memverifikasi bukti pertanggungjawaban dan membayar biaya perjalanan dinas tidak optimal, serta pengawasan dan pengendalian oleh KPA tidak optimal.
Kadang Tidak Ada Manfaatnya
Arif Puoyono, Ketua FSP BUMN Bersatu
Ketua Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arif Puoyono, meminta agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap perjalanan dinas di Kemenakertrans. Setahu dia, penyelewenangan anggaran program itu kerap terjadi di banyak lembaga negara.
“Pejalanan dinas yang dilakukan kementerian kadang malah tidak ada manfaatnya,” kata Arif di Jakarta, kemarin.
Dikatakan, penyimpangan seperti ini biasanya terjadi dengan cara memanipulasi skema pengeluaran, dan penggunanaan dana dengan cara tidak memberikan bukti yang benar.
“Ini bisa dikatakan menyimpang, bila ada kegiatan birokrasi, yang seharusnya berangkat lima orang, tetapi kenyataannya hanya 1 orang. Dengan begitu, mereka melakukan penyimpangan dengan modus memanipulasi pengeluaran dana,” terangnya.
Dikatakan, BPK perlu mengambil langkah nyata untuk menyikapi hasil temuan tersebut. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar bisa memberikan dampak yang positif terhadap laporan keuangan di seluruh instansi nantinya, sekaligus untuk menghindari adanya kerugian negara.
“Sebaiknya tidak hanya di atas kertas. Kalau tidak ada tindakan nyatanya, percuma saja. Setiap tahun tidak akan ada perbaikan di instansi mana pun. Apalagi kasus seperti ini bukan yang pertama kali terjadi,” jelasnya.
Guna mendorong pembenahan tersebut, BPK bisa memastikan temuannya terjadi karena kesalahan administrasi, atau ada kemungkinan pidana. Kalau ada kemungkinan pidana, maka BPK harus segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan intensif. Sementara kalau memang tidak ada, BPK harus merekomendasikan kepada Menakertrans ataupun Komisi IX DPR untuk memberikan sanksi tegas terhadap pejabat terkait. Tujuannya agar masalah seperti ini tidak terulang lagi.
“Jangan gara-gara setiap instansi memiliki hak untuk mengklarifikasi, dan menyelesaikan masalah ini secara intern, lalu semua kasus bisa diselesaikan secara administratif. Aparat yang berwenang harus tetap diminta pertanggungjawabannya,” ungkap Arif.
Dikatakan, sejak dulu kinerja Kemenakertrans memang selalu buruk. Ia mempertanyakan masalah penanganan hubungan industrial, antara buruh dengan pihak perusahaan.
Menurutnya, selama ini hubungan antara pekerja dan pihak perusahaan relatif tidak harmonis. Bahkan dalam banyak kasus terlihat kalau kaum pekerja kerap dirugikan. “Dalam hal ini pemerintah juga terlihat kurang sigap untuk menangani masalah tersebut,” kritik Arif.
Kekurangan tenaga pengawas seharusnya tidak dijadikan alasan lambannya penanganan hubungan industrial antara pekerja dengan pihak perusahaan. Bila pemerintah berani menerapkan peraturan dengan tegas, pasti setiap perusahaan akan berfikir ulang untuk membuat masalah.
“Kalau ketahuan ada perusahaan yang bermasalah, lalu terbukti pihak perusahaan yang salah dan diberikan sanksi tegas, pasti mereka akan jera. Dengan begitu perusahaan lain pun pasti akan takut untuk mengikuti,” tukasnya.
Sudah Sewajarnya Dipertanggungjawabkan
Rieke Diah Pitaloka, Anggota Komisi IX DPR
Sudah menjadi kewajiban BPK untuk memastikan agar hasil pemeriksaannya ditindaklanjuti lembaga yang menjadi terperiksa, dan menjadi kewajiban lembaga terperiksa untuk memberikan bukti pertanggungjawaban kegiatannya.
“Dana yang mereka gunakan untuk kegiatan, termasuk perjalanan dinas itu kan uang negara. Jadi sudah sewajarnya jika mereka mempertanggungjawabkannya,” kata anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka, kemarin.
Anak buah Megawati Soekarno Putri ini mengungkapkan, masalah laporan keuangan ini hanya salah satu contoh buruknya kinerja Kemenakertrans.
Selama ini, kata dia, Kemenakertrans belum berhasil menjalankan banyak tugas yang diembannya. Misalnya saja pembukaan lapangan kerja, perlindungan ketenagakerjaanan di Indonesia, dan luar negeri.
“Padahal Kemenakertrans seharusnya menjadi garda ter-depan di sektor ketenagakerjaan,” tuturnya.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat ini juga menyoroti keseriusan pemerintah dalam hal RUU Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR ini menerima hasil audit BPK terhadap Kemenakertrans tersebut, karena masih dibahas di Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR. “Tapi dalam rapat Komisi IX DPR dan Kemenakertrans nanti. pasti akan saya tanyakan,” pungkas Rieke.
Membutuhkan Tambahan Wewenang
Eva Kusuma Sundari, Anggota BAKN DPR
Saat ini setiap anggota anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR masih melakukan kajian intensif terhadap semua hasil audit yang menjadi tanggung jawabnya.
Sebagai masukan, menurut anggota BAKN DPR Eva Kusuma Sundari, saat ini BAKN sedang membandingkan hasil kajian BAKN semester lalu dengan hasil kajian BAKN Australia.
“Kesimpulannya, format kajian dan resume BAKN dinilai kurang bagus. Mekanisme kerja dan format laporan yang disampaikan kepada komisi kurang persuasif,” kata Eva.
Anggota Komisi III DPR ini meminta agar nantinya setiap Komisi DPR lebih sigap lagi dalam menindaklanjuti rekomendasi BAKN, yang merupakan hasil audit BPK. Pasalnya ia menilai, semester lalu tindak lanjutnya masih agak terlambat.
“Memang pada akhirnya semuannya ditindaklanjuti. Kami senang dengan hal itu. Tapi alangkah baiknya jika nantinya tindaklanjutnya lebih cepat lagi,” ujar anak buah Megawati ini.
Dikatakan, walaupun belakangan ini respons dari Komisi terhadap hasil kajian mereka relatif bagus, namun menurutnya, BAKN tetap saja membutuhkan penambahan wewenang, guna memastikan ditindaklanjutinya hasil audit BPK.
“Jangan sampai masalah seperti ini terulang lagi. BAKN itu kan dibentuk dengan tujuan supaya hasil audit BPK ditindak-lanjuti,” katanya.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur ini menambahkan, BAKN akan berusaha secepatnya melakukan pembahasan tahap akhir terhadap hasil audit BPK pada semester I-2011. Setelah pembahasan tersebut, BAKN akan membuat resume hasil pemeriksaan BPK yang harus ditindaklanjuti semua Komisi.
“Kita akan berusaha secepatnya melakukan finalisasi, lalu membuat resume yang harus ditindaklanjuti semua Komisi. Saya harap setiap Komisi bisa secepatnya menindaklanjuti hasil laporan kita tersebut,” pungkasnya.
Yang Mengurus Biasanya Staf di Satuan Kerja
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui surat Nomor: B.137/MEN/SJ-KU/VI/2011 tanggal 17 Juni 2011 perihal Kesanggupan Melaksanakan Rekomendasi Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerima seluruh rekomendasi yang telah disampaikan BPK dan sanggup melaksanakan rekomendasi tersebut.
Disnakertrans Provinsi Kalimantan Tengah sependapat dengan temuan BPK dan bersedia untuk mengembalikan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 12,6 juta, Pimpinan Ditjen PPTK akan mengembalikan biaya transport luar kota tanpa bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 5,8 juta, dan perjalanan dinas ganda sebesar Rp 4,3 juta. Satker lain yang terkait akan mengembalikan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan, dan mempertanggungjawabkan perjalanan dinas sesuai bukti yang valid.
Saat dikonfirmasi, Juru bicara Kemenakertrans Dita Indah Sari mengaku belum mengetahui perihal tindaklanjut terhadap hasil audit tersebut.
Menurutnya, soal pengurusan perjalanan dinas sepenuhnya ada pada tiap satuan kerja terkait. “Masalah itu teknis sekali. Biasanya kan yang mengurus masalah itu staf di Satker. Jadi saya tidak mengetahuinya,” ujar Dita singkat.
Home »
HOT NEWS
» Temuan BPK Terkait Perjalanan Dinas di Lembaga Negara, 18 Satker Kemenakertrans Berpotensi Rugikan Negara 4,7 Miliar
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !