
By: Parman.
- Sistem dan mekanisme dalam proses menetapkan upah minimum harus segera direformasi, karena mengandung banyak kelemahan, baik dari segi kelembagaan, infrastruktur, maupun sumber daya manusianya. Kelemahan ini berakibat gerakan buruh memprotes penetapan upah minimum.
Pernyataan itu disampaikan Sekretariat Bersama Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh di Jakarta, Senin (6/2). Konfederasi SP/SB yang tergabung dalam Sekber tersebut meliputi KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Pasar Minggu, KSPSI Kalibata, KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) dan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia).
Menurut Mathias Tambing, Pjs. Ketua Umum KSPSI Pasar Minggu, proses penetapan upah minimum yang direkomendasikan Dewan Pengupahan Daerah kepada Gubernur/Bupati/Walikota, cenderung merugikan pekerja. Ini disebabkan tidak profesionalnya Dewan Pengupahan Daerah (DPD) merumuskan upah minimum.
"Wakil pengusaha yang ditunjuk duduk di dewan pengupahan banyak yang tidak menguasai masalah, karena mereka umumnya dari personalia di perusahaan," ujarnya.
Selain itu, belum terbentuknya DPD di seluruh kabupaten/kota, merugikan kaum pekerja karena tidak ada acuan konkrit dalam penetapan upah minimum di daerah bersangkutan. Sampai saat ini, dari sekitar 540 kabupaten/kota, yang sudah terbentuk DPD baru di 167 kabupaten/kota.
"Akibatnya, daerah yang belum memiliki DPD, acuan upah minimumnya diambil dari daerah lain yang belum tentu sama. Kemenakertrans harus segera mereformasi sistem pengupahan dan membentuk Dewan Pengupahan Daerah di seluruh kabupaten/kota," imbuhnya.
Sementara itu, terkait tuduhan aksi buruh akhir-akhir ini yang dinilai kontra produktif, Mathias Tambing tegas menolak tuduhan sebagai tindakan mengganggu investasi dan menghambat ekonomi. Ia menegaskan, aksi buruh seperti yang terjadi di Bekasi dan Tangerang, hanya menuntut upah minimum sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak), seperti yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat.
Pasalnya upah buruh selama ini terlalu rendah dan kenaikan upah tidak sesuai dengan laju inflasi, khususnya kenaikan harga bahan makanan. ''Harga bahan makanan naik 16 persen di tahun 2010, sementara upah buruh hanya naik kurang dari 6 persen," katanya mengutip data Biro Pusat Statistik (BPS).
Di lain pihak, Sjukur Sarto, Ketua Umum KSPSI Kalibata menilai pemerintah tidak memahami struktur dasar upah dan arti upah minimum sebenarnya. Menurut aturan internasional yang dikeluarkan ILO (International Labour Organization ), upah minimum harusnya diterapkan perusahaan-perusahaan kecil. Bukannya ditetapkan sebagai aturan standar semua perusahaan, sebab untuk perusahaan besar umumnya sudah memiliki standar upah lebih besar dibanding upah minimum ditetapkan pemerintah.
Mengenai pernyataan pejabat pemerintah yang akan melakukan tindakan represif terhadap aksi buruh, Sjukur Sarto mengatakan, aksi buruh selama ini hanya menuntut upah minimum berdasarkan KHL. Kalau pemerintah melakukan tindakan represif, itu mencerminkan kegagalan pemerintah memberi perlindungan terhadap pelaksanaan kebebasan berserikat yang dilindungi undang-undang. "Kita melakukan aksi secara damai, tidak bertindak anarkis," tegasnya.
Sjukur Sarto memastikan, aksi buruh di Bekasi dan Tangerang, tidak akan terjadi lagi. Karena, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah menarik gugatan ke PTUN Bandung, sehingga SK Gubernur Jabar tentang upah mininum bagi buruh di Bekasi diberlakukan kembali, yakni golongan I Rp1.490.000, golongan II Rp1.715.000 dan golongan III Rp1.849.000 per bulan.
Apindo juga batal melakukan gugatan ke PTUN Banten, sedang SK Gubernur Banten menetapkan upah minimum di Tangerang sama dengan upah minimum di Jakarta Rp 1.529.000 per bulan, telah disepakati tripartit (pemerintah, pengusaha dan pekerja) untuk diberlakukan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !